Categories: Berita

UU Pemilu dan Jalan Menuju Demokrasi Terbaik

Oleh Muhammad Thaufan Arifuddin, MA
(Pengamat Media, Korupsi, Demokrasi, dan Budaya Lokal. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas)

JurnalPost.com – Indonesia, sebagai negara yang terus mengembangkan sistem demokrasinya, telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam mewujudkan demokrasi prosedural. Fokus utama kita adalah memastikan keberhasilan Pemilu 2024. Kunci kesuksesan ini, sebagaimana diuraikan dalam tulisan ini, terletak pada penegakan konstitusi dan konsistensi penerapan hukum pemilu terkait (Pasal 27 ayat 1, pasal 28d ayat 3, pasal 28e ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia, pasal 43 ayat 1 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, UU Pemilu No 7 Tahun 2017, UU Penyandang Disabilitas No 8 Tahun 2016).

Hukum pemilu, sebagai perangkat norma yang menghubungkan teori demokratis dengan praktik, memiliki peran sentral dalam menjaga keseimbangan demokrasi. Sebagai sistem aturan yang menentukan siapa yang berhak memilih, berpartisipasi, dan mencalonkan diri, hukum pemilu dapat menjadi kendaraan untuk memungkinkan rezim demokratis atau memberikan citra legitimasi bagi rezim otoriter.

Meskipun Indonesia telah mengalami kemajuan dalam aspek hukum pemilihan, perlu diakui bahwa pemahaman filosofis terhadap kontribusi hukum ini dalam menciptakan dan mempertahankan demokrasi perlu lebih mendalam. Sejumlah penelitian mengindikasikan bahwa melampaui aspek formal hukum pemilu, faktor-faktor ekonomi politik, demokratisasi, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokratis juga memiliki dampak signifikan.

Tidak dapat disangkal bahwa prasyarat formal demokrasi, seperti konstitusi yang menuntut pembatasan kekuasaan politik, perlindungan hak individu, dan kehakiman yang independen, menjadi fondasi yang krusial untuk membangun dan menjaga demokrasi. Namun, pentingnya hukum pemilihan juga tidak bisa diabaikan.

Sebelum tahun 1990, hukum pemilihan kurang mendapat perhatian dari para sarjana. Meskipun organisasi internasional telah memperhatikan hak asasi manusia dalam konteks hak pilih dan akses pemungutan suara, konsep hukum pemilihan sebagai entitas independen yang mendukung demokrasi masih tergolong baru. Buku “Election Law” karya Daniel Lowenstein pada tahun 1994 menjadi pendorong perhatian terhadap hukum pemilihan sebagai instrumen vital dalam proses demokratisasi.

Pasca-kemenangan demokrasi liberal pada tahun 1990-an, muncul kebutuhan untuk menciptakan hukum baru sebagai respons terhadap rezim yang runtuh. Proyek politik ini dapat dibandingkan dengan proyek ekonomi yang mengganti sistem ekonomi terencana dengan ekonomi pasar liberal.

Kajian hukum pemilihan selama tiga dekade terakhir dianggap kritis untuk pembentukan demokrasi. Studi ini menghasilkan temuan utama, termasuk tantangan umum yang dihadapi rezim yang ingin menjadi demokratis dan standar/praktik umum yang mendukung demokrasi.

Di seluruh dunia, rezim demokratis menghadapi tantangan seputar hak pilih dan prosedur pemungutan suara. Pertanyaan krusial mencakup siapa yang berhak memilih, bukti apa yang diperlukan, dan ketentuan untuk mencegah kecurangan. Hukum pemilihan tidak hanya terbatas pada proses awal, tetapi mencakup manajemen dan administrasi pemilihan, regulasi partai politik, dan pendanaan kampanye.

Masalah lainnya termasuk regulasi partai politik, akses ke surat suara, dan pendanaan kampanye. Pemahaman mendalam tentang perilaku pemilih, teknologi pemungutan suara, dan administrasi pemilihan menjadi esensial.

Bagaimana demokrasi menyeimbangkan pemerintahan mayoritas dan hak minoritas juga menjadi pertanyaan penting. Kuota untuk mengatasi diskriminasi sejarah perlu dipertimbangkan.
Sistem pemilihan yang berbeda di seluruh dunia memberikan variasi dalam hal representasi. Pemilihan peringkat, pemilihan proporsional, dan distrik tunggal versus multi-anggota menawarkan berbagai kemungkinan yang perlu dipertimbangkan.

Dalam menghadapi tantangan unik, Indonesia dengan landasan hukum pemilihan yang komprehensif telah menempatkan dirinya di garis depan demokrasi prosedural secara global. Kesuksesan demokrasi tidak hanya tergantung pada pemahaman formal, tetapi juga pada rasa integritas, transparansi, dan kehandalan sistem pemilihan.

Alhasil, demokrasi harus menghasilkan rezim yang mewakili kehendak rakyat. Oleh karena itu, hukum pemilihan memiliki peran sentral dalam memahami dan memperkuat demokrasi. Kesadaran warga negara terhadap hukum pemilihan dan regulasinya menjadi kunci dalam membangun sistem politik demokratis. Indonesia, dengan landasan hukum pemilihan yang kokoh, memimpin dalam demokrasi prosedural di tingkat global.

The post UU Pemilu dan Jalan Menuju Demokrasi Terbaik appeared first on JurnalPost.

SOURCE

viral

Share
Published by
viral

Recent Posts

Sinergi Pusat-Daerah Diperkuat, Pendidikan Berkeadilan untuk Anak Jadi Fokus KPI 2025

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Sinergi Pusat-Daerah Diperkuat, Pendidikan Berkeadilan…

6 jam ago

Efektivitas Pengawasan dalam Implementasi Good Corporate Governance di Danantara: Tantangan dan Solusi

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Efektivitas Pengawasan dalam Implementasi Good…

6 jam ago

Pembubaran Ormas: Proses, Alasan, dan Akibat Hukumnya

Sah! – Organisasi kemasyarakatan (ormas) memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia.…

6 jam ago

PGI Dukung Seruan “Tutup TPL” dalam Pertemuan Pimpinan Gereja dan Lembaga Keumatan se-Sumatera Utara

AESENNEWS.COM, Nasional - Keprihatinan atas krisis ekologi dan sosial sebagai dampak kehadiran PT Toba Pulp…

6 jam ago

Polres Depok Dukung Ketahanan Pangan, Panen 2 Ton Lele

Depok – Polres Metro Depok membangun 15 kolam ikan lele di lahan milik anggota di…

7 jam ago

Trump: Banyak Orang Kelaparan di Gaza, Kami Akan Menanganinya

Abu Dhabi – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan “banyak orang kelaparan” di Jalur…

7 jam ago