Nasi Gebrus Khas Santri, Makanan Alternatif Dikala Akhir Bulan

Nasi Gebrus Khas Santri, Makanan Alternatif Dikala Akhir Bulan

JurnalPost.com – Siapa yang tidak kenal santri? Seorang mujahid yang selalu menanamkan kesederhanan dalam panca jiwanya. Setiap pondok pesantren pasti selalu mendidik karakter santri untuk selalu hidup sederhana, berpenampilan sederhana, tempat tidur sederhana, makanpun sederhana. Mereka didik untuk selalu bersikap qona’ah merasa cukup dengan apa yang telah diberikan seperti yang diajarkan rasul SAW. Tidak heran ketika santri mondok di pesantren mereka pasti sudah mengalami yang namanya kelaparan, makan seadanya, bahkan puncaknya ketika santri sudah mengalami kondisi “kanker”, yaaa kantong kering dikala akhir bulan.

Namun kondisi demikian tidak membuat santri kehabisan akal untuk bertahan hidup di pesantren, mereka akan terus memikirkan hal baru, inovasi baru sehingga mereka dapat menciptakan makanan dengan bahan-bahan sederhana namun bernuansa bintang lima, salah satunya adalah mahakarya kami yakni nasi gebrus makanan Alternatif dikala akhir bulan. Ide membuat makanan ini kami lakukan untuk mengantisipasi wabah “kanker” (kantong kering) dikala akhir bulan.

Biasanya perihal makan kami selalu membeli di warung nasi, tidak ada niatan sama sekali untuk membuat makanan sendiri dikarenakan disamping kami menjadi seorang santri, kami juga punya kewajiban menjadi seorang mahasiswa. Oh iyaa… kami lupa memperkenalkan diri, perkenalkan kami adalah mahasantri (mahasiswa+nyantri) di salah satu kampus ternama di cirebon yaitu IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Selain menjadi mahasiswa kami juga mempunyai keinginan untuk memperdalam agama sehingga kami memutuskan untuk tinggal di salah satu pesantren di cirebon yakni pesantren ulumuddin. Padatnya kegiatan pondok dan kampus membuat kami tidak punya cukup waktu untuk memasak sendiri. Alih-alih memasak sendiri, bahkan nyuci bajupun kami lupa. Disini kami benar-benar diajarkan untuk dapat membagi waktu dengan baik antara kegiatan di kampus ataupun pondok.

Namun ketika kami menghadapi pandemi “kanker” akhir bulan, kami sadar bahwa isi dompet kami sudah sedikit memprihatinkan. Kami mulai mencari cara bagaimana kami bisa makan dengan menghemat uang. Alhamdulillah, memang yaa rezekinya santri itu sudah diatur oleh allah SWT, ketika kami bingung mau makan apa, tiba-tiba kami melihat sepercik cahaya harapan dibalik pintu yang sudah mulai rapuh, yaa itu adalah sekantong beras pemberian dari guru kami. Sepercik cahaya harapan yang allah berikan membuat kami bangkit dari keterpurukan dan mencoba berusaha memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.

Salah satu teman kami berinisiatif untuk memasak nasi dengan bahan-bahan seadanya yang ada di kobong. Kami mulai memasak nasi dengan mencampurkan berbagai rempah-rempah kehidupan seperti memasukan royko satu saset ke dalam nasinya, garam, bawang daun, bawang merah, dan bawang putih yang di potong-potong, minyak goreng, dan bahan-bahan lainnya seperti daun salam dan sirih. Untuk memasaknya tidak jauh berbeda dengan masak nasi pada umumnya.

Awalnya kami berekspetasi bahwa nasi yang kami bikin rasanya akan tidak enak, namun realitanya setelah nasinya matang dan kami mencoba untuk mencicipinya ternyata rasanya itu seperti makanan khas bintang lima kelembutan dan kegurihan nasinya membuat mulut tidak berhenti mengunyah. Kami jadi teringat perkataan abuya uci turtusi, bahwa santri ketika memasak kehebatannya itu melebihi chef manapun, memasak dengan bumbu kecap dan garampun bisa menjadi makanan sekelas bintang lima.

Mahakarya ini kemudian diberi nama nasi gebrus karena kata “gebrus” sendiri merupakan bahasa sunda yang mempunyai makna memasukan segala bahan, nasi gebrus berarti nasi yang dicampuri berbagai macam bumbu-bumbu kehidupan. Sebenarnya nasi ini tidak jauh berbeda dengan nasi liwet pada umumnya namun kami mencoba memodif kembali kedalam versi yang lebih sempurna. Nasi ini dapat menjadi hidangan kami dikala menghadapi wabah “kanker” akhir bulan dan dapat sedikit mengobati rasa sakit yang dialami dompet kami.

Itulah secuil kisah kami di pondok pesantren, sebelumnya izinkan kami memperkenalkan diri kepada para pembaca. Karakter “kami” dalam kisah ini merujuk kepada lima sekawan yang terdiri dari Rai Muhammad Rafli, Syaeful Anam, Muhammad Romdoni, Muhammad Altaf Ghiffari, dan Muhammad Alamuliman merupakan mahasiswa semester IV IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan bertempat tinggal di pondok pesantren ulumuddin yang sekarang bersama-sama sedang berjuang di kota udang ini.

Oleh: Rai Muhammad Rafli, Mahasiswa Semester IV IAIN Syekh Nurjati Cirebon

The post Nasi Gebrus Khas Santri, Makanan Alternatif Dikala Akhir Bulan appeared first on JurnalPost.

SOURCE

Recommended
Direktur Pembiayaan Pertanian Indah Megahwati Meninjau Pameran Jakarta, JurnalPost.com –…