Categories: Berita

Mengenal Toxic Masculinity Dan Dampak Buruknya Bagi Kesehata Mental

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Mengenal Toxic Masculinity Dan Dampak Buruknya Bagi Kesehata Mental

Sumber: freepik

Apa itu Toxic Masculinity?

Toxic masculinity adalah konsep psikologis yang berakar dalam budaya tradisional suatu masyarakat tertentu, di mana peran dan karakteristik laki-laki yang terbentuk dalam masyarakat tersebut memberikan dampak negatif terhadap laki-laki.

Toxic masculinity terlihat dari kepatuhan terhadap peran gender tradisional laki-laki yang melarang laki-laki untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap feminin. Selain itu, Toxic Masculinity juga mencakup ekspektasi-ekspektasi tertentu bagi laki-laki, seperti anggapan bahwa mereka harus menjadi dominan dan selalu mencari cara untuk mempertahankan dominasi dalam Masyarakat (Hermawan & Hidayah, 2023)

Dampak Toxic Masculinity Terhadap Kesehatan Mental

Perilaku Toxic Masculinity tentu saja memberikan dampak negatif yang buruk bagi kesehatan mental korban. Pria yang mengalami Toxic Masculinity lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan. Pria yang merasa harus menekan emosinya agar terlihat kuat sering kali mengalami stres dan kecemasan yang tidak terungkap, yang dapat menyebabkan perasaan terisolasi dan putus asa.

Tekanan sosial untuk memenuhi standar maskulinitas yang kaku dan tidak realistis juga menambah beban mental, sehingga meningkatkan kecemasan kronis dan rasa tidak aman. Sebagai contoh Seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun, sebut saja namanya Arif, sering kali mengalami tekanan dan ejekan dari teman-temannya di sekolah karena minatnya pada bidang yang dianggap tidak maskulin. Arif sangat suka memasak dan bercita-cita menjadi seorang koki profesional. Namun, teman-temannya sering mengolok-olok hobinya dengan mengatakan bahwa memasak adalah kegiatan yang hanya cocok untuk perempuan. Akibat dari tekanan dan ejekan yang terus-menerus ini, Arif mulai merasa tidak aman dan mengalami penurunan kepercayaan diri yang signifikan. Ia merasa malu dengan minatnya sendiri dan mulai menyembunyikan hobinya dari orang lain, termasuk keluarganya. Perasaan tidak diterima dan terus-menerus direndahkan membuat Arif mengalami depresi. Ia merasa terisolasi dan mulai menarik diri dari lingkungan sosialnya, enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah atau berinteraksi dengan teman-temannya

Bentuk-bentuk Toxic Masculinity

1) Tabu Menggunakan Skincare
Skincare mencakup berbagai tindakan atau rutinitas yang bertujuan untuk merawat dan memperbaiki kesehatan kulit. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena penggunaan produk perawatan kulit oleh pria telah menjadi semakin popular (Hermawan & Hidayah, 2023).

Dalam konteks Toxic Masculinity, penggunaan skincare sering dianggap tabu karena dianggap bertentangan dengan norma-norma maskulinitas yang tradisional. Toksinitas maskulinitas cenderung mempromosikan citra pria yang tangguh, kuat, dan tidak terpengaruh oleh perawatan kecantikan atau perhatian terhadap penampilan fisik. Penting untuk dicatat bahwa perawatan kulit tidak hanya tentang kecantikan, tetapi juga tentang kesehatan kulit secara keseluruhan. Semua orang, termasuk pria, dapat mengalami manfaat yang signifikan dari merawat kulit mereka dengan baik.

2) Pengolahan Emosi Laki-laki
Keyakinan bahwa pria harus tampil dan bersikap maskulin merupakan bentuk stereotip gender yang masih umum di masyarakat. Stereotip ini biasanya mengasosiasikan pria dengan citra yang kuat, tegas, berani, dan tidak menunjukkan emosi yang dianggap lemah Namun, pandangan ini sangat membatasi dan tidak mencerminkan kenyataan bahwa setiap individu, termasuk laki-laki, memiliki hak untuk mengekspresikan diri sesuai dengan keinginan, preferensi, dan identitas masing-masing (Hermawan & Hidayah, 2023).

Budaya patriarki memperkuat ekspektasi ini bahwa pria harus bersikap dan berperilaku sesuai dengan indikator kejantanan, seperti memiliki kekuatan fisik, keberanian, kecerdasan, dan keahlian dalam bidang tertentu. Misalnya, seorang laki-laki diharapkan mampu menjadi pelindung yang tangguh, pengambil keputusan yang rasional, serta berhasil dalam karier yang prestisius. Standar-standar ini tidak hanya menciptakan tekanan bagi laki-laki untuk memenuhi ekspektasi yang sering kali tidak realistis, tetapi juga membatasi ruang gerak mereka dalam mengekspresikan berbagai aspek kepribadian dan emosi.

3) Ketidakmauan untuk Berbagi Tugas Rumah Tangga
Di banyak kasus, Toxic Masculinity menciptakan paradigma bahwa tugas-tugas rumah tangga adalah domain eksklusif wanita. Pandangan ini mendorong pria untuk melihat partisipasi dalam pekerjaan rumah tangga sebagai turunannya, menimbulkan rasa malu atau bahkan menolak untuk terlibat dalam pekerjaan seperti membersihkan, memasak, atau merawat anak.

Penyebab dan Pemicu Toxic Masculinity
Salah satu faktor utama adalah pengaruh pola asuh dan pendidikan yang menanamkan norma gender tradisional sejak dini. Anak laki-laki sering diajarkan untuk tidak menangis atau menunjukkan emosi yang dianggap lemah, dan diajarkan untuk menjadi kuat, mandiri, dan kompetitif. Pola asuh dari orang tua dan figur otoritas yang mendorong sikap maskulin yang keras memperkuat pandangan bahwa menunjukkan emosi adalah tanda kelemahan.

Media dan budaya populer juga berperan besar dalam memperkuat Toxic Masculinity. Stereotip gender di film, televisi, dan iklan sering menggambarkan pria sebagai tokoh yang kuat, dominan, dan tidak emosional, memperkuat gagasan bahwa pria harus menghindari menunjukkan kelemahan atau emosi. Didikan keluarga dan lingkungan yang tidak seimbang ini dapat mempengaruhi perilaku laki-laki dan menghasilkan Toxic Masculinity. Anak laki-laki belajar menjadi pria dari pria di dalam hidup mereka, dari pengalaman mereka sendiri “menavigasi” norma sosial kita dan dari konteks sosial dan kultur yang luas.

Penulis: SAIPUL MA’ARIP
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Email Penulis: Saifulmaarif4401@gmail.com

The post Mengenal Toxic Masculinity Dan Dampak Buruknya Bagi Kesehata Mental appeared first on JurnalPost.

SOURCE

viral

Share
Published by
viral

Recent Posts

Membatasi Minuman Manis: Investasi Kesehatan Besar untuk Indonesia

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Membatasi Minuman Manis: Investasi Kesehatan…

3 jam ago

Menyulap Bekas Tambang menjadi Ladang Bisnis yang Menguntungkan di Solear

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Menyulap Bekas Tambang menjadi Ladang…

3 jam ago

314 Kepala Desa se-Kabupaten Probolinggo Resmi Perpanjang Masa Jabatan 8 Tahun

AESENNEWS.COM Probolinggo -  Ratusan kepala desa (kades) di Kabupaten Probolinggo resmi diperpanjang dua tahun. Sebanyak…

3 jam ago

KETUA PEWARNA PC CIANJUR TURUT HADIR DI ACARA RAKERDA PEWARNA JAWA BARAT DAN ORASI KEBANGSAAN

 MAJALAHKRIPTANUS.COM--Bekasi- dalam rangka menyelenggarakan program kerja Pewarna Jawa Barat menyelenggarakan Rapat Kerja Daerah pada 27…

3 jam ago

Balasan Jaksa ‘Sudah Tugas Menteri’ saat SYL Ngaku Berprestasi

Jakarta – Jaksa KPK membalas pernyataan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang protes karena menilai jaksa…

5 jam ago

Pencuri Kabel PLN di Jakbar 3 Kali Aksi, Aliran Listrik Sempat Terganggu

Jakarta – Polisi menangkap 2 pria pencuri kabel PLN di Tambora, Jakarta Barat (Jakbar). Kedua…

5 jam ago