Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Kasus Afif dan Perlunya Perubahan Paradigma Polisi Yang Lebih Humanis
Oleh Muhammad Thaufan Arifuddin, MA (Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas)
JurnalPost.com – Beberapa Minggu ini, para aktivis sibuk memperjuangkan keadilan untuk Afif, bocah kecil, yang diduga meregang nyawa karena ketidakprofessionalan polisi menangani kasus. Hal ini telah dikuatkan oleh penelitian sementara LBH Padang yang mengawal kasus kematian Afif sejak awal bersama elemen masyarakat sipil di Sumbar. Tentu, selayaknya Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., memperhatikan kasus ini agar terang benderang.
Dalam press release LBH Padang (Siaran Pers LBH Padang, 2024) menyatakan dengan jelas beberapa poin yang selama ini kabur. Pertama, Afif dan 18 orang sesungguhnya diamankan bukan saat tawuran terjadi, tetapi hanya dugaan saja dari aparat kepolisian. Press relase LBH Padang bisa dilihat di https://www.instagram.com/lbh_padang/.
Kedua, Afif sesungguhnya tak pernah memegang senjata seperti yang dituduhkan oleh Kapolda Sumbar, tetapi Afif teryata hanya memegang teralis jendela sehabis membantu perbakian jendela rumah. Ketiga, Afif sesungguhnya sudah diperiksa polisi melalui pengakuan tiga orang saksi dewasa. Keempat, saksi 2 orang anak mengisyaratkan pertemuan polisi dengan Afif di Jembatan dan di Kantor Polisi Kuranji. Dari kejelasan data baru ini, LBH Padang ingin menguatkan pembelaan terhadap Afif yang menjadi korban yang disalahkan dan sangat potensial memang disiksa oleh oknum polisi.
LBH Yogyakarta mengeritik pola pendekatan polisi yang cenderung melakukan penyiksaan terhadap tersangka atau terpidana (Siaran Pers LBH Yogyakarta, 2024). Dalam catatan LBH Yogyakarta, kasus Afif hanya satu di antara fenomena gunung es kasus-kasus penyiksaan polisi di negeri ini sejak era Soeharto hingga hari ini. Kasus kontemporer lainnya adalah kasus Oki Kristodiawan yang terindikasi kuat disiksa oleh polisi.
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur (2024) menyayangkan etos dan standard penanganan tersangka atau terpidana oleh polisi selama ini. Tentu perlu reformasi KUHAP karena kewenangan polisi yang begitu diakomodir secara berlebihan. Hal ini senada yang disampaikan oleh pegiat hukum dan HAM, Herlambang P. Wiratraman (2024) bahwa etos impunitas polisi perlu dikritik karena polisi seharusnya memperlihat dirinya sebagai penegak hukum dan HAM di negeri ini.
Sebagai penutup menjelang Aksi Kamisan besok, penulis ingin bercerita bagaimana humanisnya polisi di negeri Sakura, Jepang. Mereka akan melayani keluhan dengan serius dan berfungsi untuk melayani masyarakat. Seorang polisi di Jepang akan menemani tukang mabuk di pinggir stasiun Kereta Api hingga sadar dan mampu berjalan. Seorang polisi di Jepang akan membantu mengembalikan dompet yang hilang di tengah keramaian kota Tokyo. Polisi Jepang juga tak akan menghardik, menyentuh apalagi memukul tersangka atau terpidana. Polisi Jepang hari ini sangat menghargai Hak Asasi Manusia. Semoga paradigma polisi Indonesia berubah lebih humanis agar lebih mengayomi rakyat Indonesia. Amin Ya Rabbal Alamin.
The post Kasus Afif dan Perlunya Perubahan Paradigma Polisi Yang Lebih Humanis appeared first on JurnalPost.
Ketika Jurus Silat, Cinta, dan Kesetiaan BertabrakanReview Film "Legends of the Condor Heroes: The Gallants"…
Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Optimalkan Potensi Pariwisata di Geopark…
Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Perkuat Manajemen Wisata Teduh Glamping…
Jakarta – Tim Patroli Perintis Presisi Direktorat Samapta Polda Metro Jaya menangkap 10 pemuda tawuran…
Jakarta – Masalah premanisme akhir-akhir ini menjadi persoalan di sejumlah wilayah di Indonesia. Pemerintah berjanji…
Jakarta, Gizmologi – Telkom Indonesia melalui dua produk unggulannya yaitu Telkom Solution dan Indibiz, siap…