Categories: Berita

Implikasi UU Revisi TNI 2025 terhadap Supremasi Sipil dan Hak-Hak Kewarganegaraan

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Implikasi UU Revisi TNI 2025 terhadap Supremasi Sipil dan Hak-Hak Kewarganegaraan

Oleh Penulis : Muhammad Rafi Farrel Gibrani (STB 5232) Manajemen Pemasyarakatan A

JurnalPost.com – Pada 20 Maret 2025, DPR RI secara sah menetapkan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) revisi tersebut menjadi undang-undang. Sidang paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, berlangsung di Gedung DPR RI, Jakarta, dan menandai babak baru dalam perjalanan institusi militer Indonesia. Disahkannya revisi UU TNI ini membawa sejumlah perubahan signifikan yang menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat sipil, pengamat hukum, hingga kalangan aktivis demokrasi. Di antara perubahan paling krusial adalah pelonggaran keterlibatan TNI aktif dalam jabatan sipil serta perpanjangan batas usia pensiun prajurit. Perubahan-perubahan ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai sejauh mana revisi ini berdampak terhadap supremasi sipil dalam sistem demokrasi dan hak-hak kewarganegaraan di Indonesia.

Supremasi sipil ini bertujuan untuk memastikan bahwa militer tidak mengambil peran dominan dalam pengambilan kebijakan sipil, sehingga tidak terjadi dominasi kekuasaan oleh angkatan bersenjata yang berpotensi mengancam kebebasan individu, pluralisme, dan keberlangsungan sistem demokrasi itu sendiri. Dalam konteks Indonesia, prinsip ini telah lama menjadi bagian dari reformasi sektor keamanan pasca-reformasi 1998, termasuk dalam penyusunan UU TNI 2004 yang awalnya mengatur bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil apabila telah pensiun atau mengundurkan diri.

Namun, dalam UU TNI 2025 yang baru disahkan, perubahan Pasal 47 mengubah ketentuan tersebut secara fundamental. Saat ini, prajurit TNI yang masih aktif diperbolehkan untuk menduduki jabatan di 14 kementerian atau lembaga, yang mencakup bidang politik, keamanan, intelijen, hingga lembaga peradilan seperti Kejaksaan dan Mahkamah Agung. Perubahan ini menuai kritik dari banyak pihak karena dinilai mengaburkan batas antara ranah sipil dan militer, serta membuka ruang bagi kembalinya pengaruh militer dalam kehidupan sipil yang sebelumnya telah ditekan sejak reformasi.

Kewarganegaraan dalam sistem demokrasi bukan hanya status administratif, tetapi juga mencakup hak-hak dasar warga negara, termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang bebas dari intimidasi, hak untuk menyuarakan pendapat, serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik tanpa tekanan militer. Ketika anggota militer yang masih aktif diberikan kewenangan untuk menempati posisi strategis di institusi sipil, muncul kekhawatiran bahwa proses pengambilan kebijakan publik bisa dipengaruhi oleh cara pandang militer yang belum tentu selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.

Selain itu, keterlibatan militer dalam lembaga-lembaga yang bersentuhan langsung dengan warga negara—seperti penanggulangan terorisme, keamanan laut, atau bahkan lembaga kehakiman—berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan memengaruhi independensi institusi tersebut. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengurangi ruang partisipasi sipil, menghambat mekanisme check and balances, dan melemahkan peran warga negara dalam mengontrol jalannya pemerintahan.

Perubahan lainnya yang signifikan dalam revisi UU TNI adalah terkait batas usia pensiun prajurit. Dalam UU sebelumnya, perwira TNI memiliki batas usia pensiun 58 tahun, sedangkan bintara dan tamtama 53 tahun. Kini, batas usia diperpanjang menjadi 55 tahun untuk bintara dan tamtama, dan hingga 63 tahun bagi perwira tinggi bintang 4, dengan kemungkinan perpanjangan dua kali sesuai kebutuhan melalui Keputusan Presiden. Perubahan ini memunculkan dua hal. Pertama, dari sisi internal militer, bisa menimbulkan stagnasi jenjang karier karena minimnya regenerasi. Kedua, dari perspektif sipil, keberadaan perwira aktif dalam struktur pemerintahan sipil untuk jangka waktu lebih lama dapat memperpanjang pengaruh militer dalam tata kelola pemerintahan.

UU baru juga menambahkan dua tugas pokok TNI dalam Pasal 7, yaitu membantu menangani ancaman siber dan melindungi kepentingan nasional serta warga negara di luar negeri. Meski kedua tugas ini tampak logis di era ancaman non-konvensional seperti serangan digital dan ketegangan global, perlu ada kejelasan batasan hukum dan pengawasan sipil yang ketat agar TNI tidak bertindak di luar koridor konstitusi dan HAM. Apalagi, bantuan TNI dalam urusan luar negeri dapat bersinggungan dengan tugas Kementerian Luar Negeri, yang seharusnya bersifat diplomatik dan sipil.

Dalam demokrasi yang sehat, militer adalah alat negara yang profesional dan netral secara politik. Perubahan dalam UU TNI 2025 seharusnya tetap mengedepankan prinsip ini. Meski alasan peningkatan efektivitas birokrasi, efisiensi penanganan krisis, dan tantangan keamanan modern sering dijadikan dalih pelibatan TNI dalam sektor sipil, publik harus tetap kritis terhadap setiap kebijakan yang berpotensi menggerus ruang sipil.

Warga negara memiliki hak dan tanggung jawab untuk mengawasi dan mempertanyakan keputusan negara yang menyangkut kehidupan bersama. Partisipasi aktif dalam menyuarakan pendapat, melakukan advokasi, dan mengawasi pelaksanaan undang-undang menjadi bentuk nyata dari kewarganegaraan yang aktif. Reformasi militer yang berimbang dan transparan akan memperkuat demokrasi, bukan sebaliknya.

Revisi UU TNI 2025 membawa konsekuensi besar terhadap struktur hubungan sipil-militer di Indonesia. Dengan dibukanya ruang bagi prajurit TNI aktif menjabat di institusi sipil, serta penambahan tugas-tugas baru yang memperluas cakupan militer, kekhawatiran terhadap memudarnya supremasi sipil menjadi semakin relevan. Dalam situasi ini, kesadaran dan keterlibatan warga negara menjadi kunci untuk menjaga agar nilai-nilai demokrasi, hak asasi, dan supremasi sipil tetap menjadi pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

The post Implikasi UU Revisi TNI 2025 terhadap Supremasi Sipil dan Hak-Hak Kewarganegaraan appeared first on JurnalPost.

SOURCE

viral

Share
Published by
viral

Recent Posts

Google Gunakan Kecerdasan Buatan Canggih untuk Lawan Penipuan di Chrome

GadgetDIVA - Google kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga keamanan pengguna internet. Kini, perusahaan teknologi raksasa…

30 menit ago

Ketika Dunia Terlalu Sibuk

Di sudut padat kawasan Kabupaten Bekasi, tepatnya di gang kecil dekat Pasar, hidup seorang pemuda…

5 jam ago

STRATEGIES TO IMPROVE EARLY CHILDHOOD ENGLISH LANGUAGE ABILIATY

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul STRATEGIES TO IMPROVE EARLY CHILDHOOD…

6 jam ago

Yayasan Media Berkat Nusantara tidak Membayar Dapur MBG Kalibata

Sah! – Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) Kalibata sebagai catering untuk program makan bergizi gratis…

6 jam ago

Ketentuan Rangkap Jabatan Direksi Pada Perusahaan Terbuka

Sah! – Dalam dunia korporasi, rangkap jabatan oleh anggota Direksi merupakan isu yang kerap menjadi…

6 jam ago

Wilayah Pandeglang Mulai Marak Debcolektor, Polres Siap Tindak Tegas Premanisme

AESENNEWS.COM, PANDEGLANG- BANTEN, Warga masyarakat mengeluhkan dengan masih banyaknya aktivitas diduga premanisme yang berkedok Debcolektor…

6 jam ago