Categories: Berita

Digital Tapi Tersesat: Pancasila Harus Jadi Kompas SPBE

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Digital Tapi Tersesat: Pancasila Harus Jadi Kompas SPBE

Penulis: Marry Desy Chatrin Ora
Universitas Internasional Semen Indonesia

JurnalPost.com – Indonesia tengah berada dalam era transformasi digital yang semakin pesat, terutama di sektor pemerintahan. Program Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) menjadi tonggak penting untuk membangun birokrasi yang modern, transparan, dan efisien. SPBE bertujuan menyatukan layanan publik secara digital agar lebih mudah diakses masyarakat luas. Namun, dalam implementasinya tidak sedikit aplikasi layanan publik yang tidak berjalan optimal atau bahkan mangkrak. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah teknologi saja cukup untuk membawa perubahan, ataukah kita perlu nilai-nilai luhur bangsa sebagai fondasi arah transformasi tersebut?

Dalam konteks ini, Pancasila memegang peran sentral sebagai dasar negara sekaligus pedoman etis dan moral. Pancasila bukan sekadar simbol formal, tetapi harus menjadi panduan nyata dalam merancang dan menjalankan sistem informasi pemerintahan. Banyak tantangan muncul ketika transformasi digital tidak dibarengi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam praktik SPBE menjadi sangat penting agar digitalisasi tidak hanya berdampak teknis, tetapi juga sosial dan moral.

Transformasi digital dalam birokrasi sejatinya bukan hanya soal mengganti proses manual dengan sistem elektronik. Lebih dari itu, ini merupakan pergeseran budaya kerja, pola pikir, dan cara negara melayani warganya. Sayangnya, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak aplikasi digital yang tidak terintegrasi, mubazir, dan hanya berumur pendek. Dalam acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 dan Peluncuran GovTech Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/5/2024), mantan Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa ada 27.000 aplikasi milik kementrian, lembaga dan pemerintah daerah yang berjalan sendiri-sendiri dan tidak sinkron satu dengan lainnya. Ini menunjukkan betapa kurangnya perencanaan yang matang dan visi jangka panjang dalam pembangunan sistem digital pemerintah.

Salah satu penyebab dari kegagalan ini adalah tidak adanya kesadaran kuat tentang pentingnya nilai-nilai etika dan kepentingan publik dalam setiap tahapan transformasi digital. Pancasila seharusnya menjadi acuan dalam membangun sistem informasi yang tidak hanya efisien, tetapi juga adil dan terintegrasi. Misalnya, sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengajarkan pentingnya kejujuran dan integritas. Transparansi dalam penggunaan anggaran TI dan pelaporan proyek digital adalah bentuk nyata implementasi nilai ini agar publik bisa memantau dengan jelas pengelolaan anggaran negara.

Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, menekankan pentingnya membangun sistem yang dapat diakses semua kalangan tanpa memandang latar belakang sosial atau geografis. Dalam praktiknya, masih banyak masyarakat di daerah terpencil yang tidak dapat mengakses layanan digital karena koneksi internet yang terbatas atau rendahnya literasi digital. Layanan publik berbasis aplikasi seperti pajak, bantuan sosial, atau administrasi kependudukan seringkali menyulitkan warga desa yang belum familiar dengan teknologi. Inilah tantangan nyata dalam pemerataan akses digital yang harus ditangani dengan serius.

Kemudian, sila ketiga, Persatuan Indonesia, berkaitan langsung dengan integrasi antar sistem dan instansi. Selama ini, banyak kementerian dan lembaga yang membangun aplikasi sendiri-sendiri tanpa koordinasi, yang berujung pada duplikasi fungsi dan kebingungan pengguna. Integrasi melalui satu portal nasional berbasis satu data Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan SPBE adalah langkah penting. Namun, upaya ini akan sulit terwujud tanpa semangat gotong royong dan kebersamaan antar lembaga pemerintahan.

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menyiratkan perlunya partisipasi publik dalam proses perancangan layanan digital. Sayangnya, banyak sistem informasi yang dibuat tanpa melibatkan pengguna akhir atau masyarakat sebagai penerima layanan. Contohnya adalah aplikasi PeduliLindungi yang pada awalnya menuai keluhan karena tampilan yang rumit dan tidak ramah pengguna. Ini menunjukkan bahwa pemerintah membuat layanan digital tanpa mendengarkan suara rakyat, sehingga sering kali berakhir pada kegagalan fungsi layanan.

Dan yang terakhir sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, harus menjadi pondasi utama dalam pembangunan teknologi informasi publik. SPBE harus memastikan bahwa layanan digital menjangkau masyarakat miskin, penyandang disabilitas, dan mereka yang tinggal di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Jika digitalisasi hanya dinikmati oleh masyarakat kota besar, maka yang terjadi adalah bentuk baru dari ketimpangan sosial berbasis teknologi. Maka, penting bagi pemerintah dan penyedia layanan untuk merancang sistem yang sesuai dengan kebutuhan, mudah digunakan, dan menjangkau semua lapisan masyarakat.

Transformasi digital dalam pemerintahan adalah langkah strategis menuju pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien. Namun, jika tidak dibarengi dengan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman, maka digitalisasi bisa melahirkan birokrasi digital yang tidak terintegrasi dan bahkan mempersulit rakyat. Oleh karena itu, setiap tahapan pembangunan sistem informasi pemerintah harus berpijak pada prinsip-prinsip Pancasila mulai dari transparansi, keadilan, partisipasi rakyat, hingga pemerataan layanan.

Pancasila bukanlah penghalang kemajuan teknologi, tetapi justru arah moral agar teknologi yang dibangun memiliki jiwa dan misi kemanusiaan. Mahasiswa, pengembang teknologi, dan pemangku kebijakan harus bergandengan tangan untuk memastikan bahwa sistem informasi publik yang kita bangun benar-benar melayani rakyat, bukan sekadar menjadi proyek digital yang berhenti di atas kertas. Dengan menjadikan Pancasila sebagai fondasi SPBE Indonesia dapat menatap masa depan digital yang lebih adil, manusiawi, dan bersatu.

The post Digital Tapi Tersesat: Pancasila Harus Jadi Kompas SPBE appeared first on JurnalPost.

SOURCE

viral

Share
Published by
viral

Recent Posts

Guru, AI, dan Ujian Kehidupan: Obrolan di Danau Ketapang Huripjaya

Nilai Tinggi tapi Otak KosongAngin sore dari Danau Ketapang Huripjaya Babelan berdesir pelan. Di sebuah…

6 jam ago

Early Literacy: Building the Foundations for Reading and Writing

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Early Literacy: Building the Foundations…

7 jam ago

Apakah Perseroan Terbatas Wajib Melaksanakan RUPS?

Sah! – Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu bentuk badan hukum yang paling umum dijumpai…

7 jam ago

Nenek Dianiaya Gegara Curi Bawang di Boyolali Banjir Donasi, Ada dari DPR

Boyolali – Seorang nenek SA (67) menjadi korban penganiayaan karena diduga mencuri bawang di Pasar…

7 jam ago

Kejagung Periksa Istri Tom Lembong Terkait Perintangan Kasus Timah-Impor Gula

Jakarta – Kejaksaan Agung memeriksa dua saksi terkait perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ)…

7 jam ago

ANALYSIS OF STUDENT KNOWLEDGE ABOUT SPEECH DELAY IN EARLY CHILDHOOD

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul ANALYSIS OF STUDENT KNOWLEDGE ABOUT…

17 jam ago