Analisis Perubahan Undang-Undang Kesehatan Baru

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Analisis Perubahan Undang-Undang Kesehatan Baru

Analisis Perubahan Undang-Undang Kesehatan Baru

Oleh: Baso Asrar Sayidin, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

JurnalPost.com – Sebagai seorang mahasiswa program studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Pamulang yang sangat tertarik di bidang hukum dan kesehatan, saya merasa perlu untuk membahas analisis perubahan Undang-Undang Kesehatan dari berbagai aspek, yaitu ekonomi, sosial budaya, dan politik. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan telah membawa perubahan signifikan dalam pengaturan pelayanan kesehatan di Indonesia. Salah satu perbedaannya dengan Undang-Undang Kesehatan sebelumnya (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan) adalah adanya pengaturan mengenai pelayanan telekesehatan dan telemedisin.

Dari segi ekonomi, adopsi pelayanan telekesehatan dan telemedisin diharapkan dapat memperluas akses masyarakat terhadap layanan kesehatan tanpa harus melakukan perjalanan jauh ke fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini dapat mengurangi biaya transportasi dan waktu yang diperlukan, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya ekonomi. Selain itu, pelayanan telemedisin juga dapat memungkinkan para pasien untuk mendapatkan diagnosis dan pertimbangan tata laksana dari dokter spesialis/subspesialis dan ahli tanpa harus bertemu secara langsung, yang pada akhirnya dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien.

Dari aspek sosial budaya, adopsi pelayanan telekesehatan dan telemedisin juga dapat membawa perubahan dalam pola pikir masyarakat terhadap layanan kesehatan. Masyarakat akan semakin terbiasa dengan konsep pelayanan kesehatan jarak jauh, yang pada akhirnya dapat membuka peluang untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan jarak jauh. Selain itu, adopsi teknologi dalam pelayanan kesehatan juga dapat menjadi salah satu faktor pendukung dalam peningkatan literasi kesehatan masyarakat, karena masyarakat akan semakin terbiasa dengan penggunaan teknologi dalam konteks kesehatan.

Dari sisi politik, pengaturan mengenai pelayanan telekesehatan dan telemedisin dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan juga mencerminkan upaya pemerintah dalam meningkatkan akses dan mutu layanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan adanya regulasi yang mengatur secara komprehensif mengenai pelayanan telekesehatan dan telemedisin, diharapkan pemerintah dapat menciptakan kerangka kerja yang jelas bagi penyelenggaraan layanan tersebut, termasuk dalam hal pengaturan standar pelayanan, keamanan data pasien, dan kualitas layanan secara keseluruhan. Hal ini juga sejalan dengan visi pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Selain itu, Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 juga mengatur mengenai struktur organisasi rumah sakit, di mana pimpinan rumah sakit dapat merupakan tenaga medis, tenaga kesehatan, atau tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan manajemen rumah sakit (Pasal 186). Hal ini merupakan perubahan dari Undang-undang sebelumnya yang tidak mengatur secara detail mengenai struktur organisasi rumah sakit. Selain itu, Undang-Undang baru juga mewajibkan rumah sakit untuk menerapkan sistem informasi rumah sakit yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKN) agar data dan informasi kesehatan tersedia secara nasional.

Perubahan lainnya adalah mengenai pendidikan program spesialis/subspesialis di rumah sakit. Pasal 187 Undang-undang No. 17 Tahun 2023 mengatur bahwa rumah sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan program akademik, vokasi, dan program profesi. Hal ini memberikan harapan untuk pemenuhan kebutuhan dokter spesialis/subspesialis di berbagai daerah.

Undang-Undang Kesehatan yang baru juga mengatur mengenai sumber daya manusia kesehatan yang dibedakan dalam tiga bagian, yaitu tenaga medis, tenaga kesehatan, dan tenaga pendukung atau penunjang kesehatan. Selain itu, Surat Tanda Registrasi (STR) bagi tenaga kesehatan berlaku seumur hidup menurut Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 83 Tahun 2019 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.

Perubahan lainnya adalah mengenai surat izin praktik (SIP) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/kota atau Menteri Kesehatan dalam kondisi tertentu tanpa memerlukan rekomendasi dari organisasi profesi. Selain itu, pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan WNI serta WNA lulusan luar negeri dapat dilakukan melalui penilaian portofolio bagi yang berpraktik minimal 2 tahun untuk WNI dan 5 tahun untuk WNA atau merupakan ahli dalam bidang unggulan tertentu dalam pelayanan kesehatan.

Dalam hal penegakan disiplin tenaga medis, Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 (Pasal 310) memperjelas bahwa ketika tenaga medis melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya sehingga menyebabkan kerugian bagi pasien yang berujung sengketa, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengadukan persoalan kepada Majelis Disiplin Profesi yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Hasil dari pemeriksaan Majelis Disiplin Profesi bersifat mengikat bagi tenaga medis, dan jika terdapat dugaan tindak pidana maka dapat diupayakan melalui mekanisme restoratif justice yang mengacu pada UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Namun demikian, Undang-undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah terkait hilangnya mandatory spending yang seharusnya dialokasikan untuk bidang kesehatan di negara. Dana ini sangat penting untuk membiayai program-program kesehatan yang mendesak, seperti pencapaian target stunting, program untuk mengeliminasi penyakit kusta, TBC, serta persiapan sarana dan prasarana.

Terdapat kelemahan terkait pengujian formil di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Berbagai organisasi profesi kesehatan telah mengajukan permohonan judicial review atas terbitnya Undang-undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Mereka merasa dirugikan atas diundangkannya undang-undang tersebut karena beberapa pasal dan sistem yang ada dalam undang-undang tersebut dianggap mengakibatkan kerugian konstitusional bagi para pemohon.

Dalam proses pengajuan permohonan judicial review tersebut, terdapat beberapa alasan yang menjadi dasar pengajuan permohonan. Salah satunya adalah terkait dengan cacat formil dalam pembentukan Undang-undang No. 17 Tahun 2023 karena tidak diikutsertakannya Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan dan tidak adanya pertimbangan DPD dalam pembuatan undang-undang kesehatan tersebut.

Dengan adanya permohonan judicial review ini, diharapkan bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat memberikan keputusan yang tepat demi kepentingan masyarakat umum, terutama terkait dengan kesehatan. Hal ini menjadi penting mengingat urgensi urusan kesehatan bagi rakyat Indonesia.

Demikianlah analisis perubahan Undang-Undang Kesehatan dari aspek ekonomi, sosial budaya, dan politik serta kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya. Semoga perubahan ini dapat memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan layanan kesehatan di Indonesia dan memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi setiap individu yang membutuhkan layanan kesehatan.

The post Analisis Perubahan Undang-Undang Kesehatan Baru appeared first on JurnalPost.

SOURCE

Recommended
Sah! – Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD)…