Categories: Berita

Algoritmokrasi: Ketika Algoritma Mengendalikan Hidup Manusia

Algoritmokrasi: Ketika Algoritma Mengendalikan Hidup Manusia

Pernah nggak sih kamu merasa media sosial selalu tahu apa yang kamu suka? Kenapa berita tertentu sering muncul di beranda, sementara yang lain jarang terlihat? 

Itu semua karena algoritma bekerja di balik layar. Tapi, tahukah kamu bahwa algoritma nggak cuma memengaruhi media sosial? Mereka juga bisa mengontrol opini, ekonomi, bahkan politik! Fenomena ini disebut algoritmokrasi.

Apa Itu Algoritmokrasi?

Algoritmokrasi adalah sistem pemerintahan yang kekuasaannya dijalankan oleh algoritma, bukan oleh manusia secara langsung.

Dalam sistem ini, keputusan politik, ekonomi, dan sosial dipengaruhi atau bahkan dikendalikan oleh kecerdasan buatan (AI) dan Big Data yang dikumpulkan secara otomatis.

Secara ontologis, algoritmokrasi menggambarkan pergeseran dari kekuasaan berbasis manusia ke kekuasaan berbasis data dan perhitungan matematis. 

Jika demokrasi menempatkan manusia sebagai pusat pengambilan keputusan melalui kehendak rakyat, algoritmokrasi menggeser pusat kekuasaan kepada sistem komputasi yang dianggap lebih objektif, efisien, dan bebas dari bias manusiawi.

Dari perspektif filsafat teknologi, algoritmokrasi adalah manifestasi dari rasionalitas instrumental, di mana keputusan didasarkan pada kalkulasi efisien dan optimalisasi data, bukan pada aspek etika, moral, intuisi, atau segala subjektivitas manusia. Ini menimbulkan pertanyaan mendalam: 

Apakah keadilan dan kebebasan masih bermakna jika keputusan diambil oleh sistem yang tidak memiliki empati?

Dalam paradigma Foucaultian, algoritmokrasi dapat dilihat sebagai bentuk baru biopolitik, di mana kekuasaan mengontrol populasi melalui regulasi data dan otomatisasi. Individu tidak lagi memiliki kendali penuh atas keputusan mereka, karena algoritma telah memprediksi dan mengarahkan tindakan mereka.

Namun, algoritmokrasi juga bisa dianggap sebagai puncak dari idealisme teknokratik, di mana pemerintahan tidak lagi dipenuhi oleh kepentingan politik subjektif, melainkan ditentukan oleh analisis objektif terhadap fakta dan data. 

Jika diterapkan secara adil dan transparan, algoritmokrasi berpotensi menghilangkan korupsi, nepotisme, dan ketidakmampuan dalam pemerintahan.

Pertanyaannya bukan hanya apakah algoritmokrasi mungkin, tetapi apakah kita sebagai manusia siap menyerahkan kekuasaan kepada mesin yang kita ciptakan? 

Jika demokrasi menempatkan manusia sebagai subjek politik, algoritmokrasi menempatkan manusia sebagai objek data. Apakah ini evolusi atau degradasi peradaban?

Waduh berat amat bahasanya? 🙂 Ya sudah yuk kita bahas Algoritmokrasi dengan lebih santuy aja.

Sederhananya, algoritmokrasi adalah sistem di mana keputusan penting dalam hidup kita ditentukan oleh algoritma. 

Jika demokrasi berarti rakyat berkuasa, maka algoritmokrasi berarti algoritma yang berkuasa

Coba deh perhatikan media sosialmu. Awalnya, kamu dapat rekomendasi acak. Tapi lama-kelamaan, konten yang muncul semakin sesuai dengan minatmu. Itu karena algoritma membaca kebiasaanmu. Semakin sering kamu menyukai atau mengomentari sesuatu, semakin sering juga konten serupa muncul di beranda.

Di satu sisi, ini memudahkan. Kamu nggak perlu capek-capek mencari informasi yang kamu suka. Tapi ada bahaya tersembunyi: kita bisa terjebak dalam gelembung informasi. Akhirnya, kita cuma melihat sudut pandang yang sama berulang kali dan menutup diri dari inspirasi dan perspektif lain. Hal yang sama akan terjadi dalam penentuan nasib sebuah negara jika Algoritmokrasi menguasai sistem pemerintahannya.

Oh iya, istilah Algoritmokrasi pertama saya baca dari tulisan KH. Drs. Ahmadie Thaha, seorang pengasuh Pesantren Tadabbur al-Qur’an,  Anggota Majelis Syura Persatuan Umat Islam (PUI) yang rajin menulis dan inspiratif.

Dampak Positif Algoritmokrasi

Walaupun terdengar menyeramkan, algoritmokrasi juga punya sisi positif.

  1. Lebih Efisien dan Nyaman
    Algoritma mempermudah kita menemukan informasi yang relevan tanpa harus mencarinya secara manual. Hidup jadi lebih simpel.

  2. Meningkatkan Pengalaman Pengguna
    Konten yang muncul selalu sesuai dengan minat kita. Nggak ada lagi hal-hal yang bikin bosan.

  3. Membantu Pengambilan Keputusan
    Dalam bisnis, algoritma bisa menganalisis tren pasar, membantu strategi pemasaran, dan meningkatkan efisiensi produksi.

  4. Mengurangi Bias Manusiawi
    Jika dirancang dengan baik, algoritma bisa mengambil keputusan lebih objektif dibanding manusia yang cenderung subjektif.

Dampak Negatif Algoritmokrasi

Di balik kepraktisannya, algoritmokrasi juga punya ancaman besar bagi kebebasan individu dan demokrasi.

  1. Terjebak dalam Gelembung Informasi
    Karena algoritma hanya menampilkan konten yang mirip dengan yang kita suka, kita bisa terjebak dalam perspektif sempit. Akibatnya, kita sulit menerima pendapat yang berbeda.

  2. Opini Publik Bisa Dimanipulasi
    Dalam pemilu 2019 dan menjelang 2024, kita melihat bagaimana media sosial dipenuhi hoaks dan propaganda. Algoritma lebih sering menampilkan konten kontroversial karena lebih banyak interaksi.

  3. Kehilangan Privasi dan Ketergantungan
    Tanpa sadar, kita semakin bergantung pada algoritma untuk membuat keputusan. Data pribadi kita juga terus dikumpulkan tanpa kita sadari.

  4. Siapa yang Mengontrol Algoritma?
    Perusahaan teknologi besar seperti Google dan Facebook punya kendali penuh atas algoritma. Artinya, keputusan penting yang mempengaruhi hidup kita ditentukan oleh segelintir orang di Silicon Valley, bukan oleh kita sendiri.

Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Kalau dibiarkan begitu saja, algoritmokrasi bisa merusak kebebasan berpikir dan demokrasi. Tapi apalah kita hanya umbi-umbian, yah minimal mungkin kita bisa melawan dengan cara yang sederhana: yaitu dengan lebih sadar dengan cara kerja algoritma. Jangan telan mentah-mentah apa yang muncul di beranda. Cobalah cari sudut pandang lain, baca dari berbagai sumber, dan tetap kritis.

Seperti kata Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Di era digital ini, perjuangan kita adalah melawan penjajahan algoritma yang mengendalikan pikiran kita tanpa kita sadari.

Muhammad Hatta juga pernah berkata, “Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar, kurang cakap bisa diatasi dengan pengalaman, tapi ketidakjujuran sulit diperbaiki.” Jika algoritmokrasi dibiarkan tanpa transparansi, kita bisa kehilangan kejujuran dalam sistem informasi.

Jadi, yuk lebih kritis! Jangan biarkan algoritma yang menentukan masa depan kita. Masa depan ada di tangan kita, bukan di tangan mesin algoritma atau pemiliknya!

Gimana menurut kamu? Algoritmokrasi ini lebih banyak manfaat atau bahayanya? Yuk diskusi di kolom komentar!

bisotisme

viral

Share
Published by
viral

Recent Posts

Ketika Dunia Terlalu Sibuk

Di sudut padat kawasan Kabupaten Bekasi, tepatnya di gang kecil dekat Pasar, hidup seorang pemuda…

4 jam ago

STRATEGIES TO IMPROVE EARLY CHILDHOOD ENGLISH LANGUAGE ABILIATY

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul STRATEGIES TO IMPROVE EARLY CHILDHOOD…

4 jam ago

Implikasi UU Revisi TNI 2025 terhadap Supremasi Sipil dan Hak-Hak Kewarganegaraan

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Implikasi UU Revisi TNI 2025…

4 jam ago

Yayasan Media Berkat Nusantara tidak Membayar Dapur MBG Kalibata

Sah! – Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) Kalibata sebagai catering untuk program makan bergizi gratis…

4 jam ago

Ketentuan Rangkap Jabatan Direksi Pada Perusahaan Terbuka

Sah! – Dalam dunia korporasi, rangkap jabatan oleh anggota Direksi merupakan isu yang kerap menjadi…

4 jam ago

Wilayah Pandeglang Mulai Marak Debcolektor, Polres Siap Tindak Tegas Premanisme

AESENNEWS.COM, PANDEGLANG- BANTEN, Warga masyarakat mengeluhkan dengan masih banyaknya aktivitas diduga premanisme yang berkedok Debcolektor…

4 jam ago