Oleh: Roma Kyo Kae Saniro, M.Hum.
Universitas Andalas
JurnalPost.com – Pada masa kini, khususnya pada generasi muda, jika kita membahas naskah kuno (naskah yang merujuk pada ilmu filologi), sebagian besar dari generasi muda pasti sulit untuk membedakan apa itu naskah kuno dan naskah yang sekarang beredar di berbagai masyarakat, selain dari bentuk penampilan fisiknya yang sudah usang. Namun, sebenarnya, ada berbagai hal lainnya yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian apakah sebuah naskah dapat dikatakan sebagai nasakh kuno atau tidak. Penggunaan istilah kuno tentunya membuat pandangan antara yang baru dan yang sudah lama.
Pada tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (sekarang disebut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 84A/2013 tentang Pendaftaran dan Perlindungan Warisan Budaya TakBenda. Berdasarkan hal tersebut, naskah kuno atau manuskrip kuno dapat dipahami sebagai karya tulis atau rekam yang diciptakan oleh manusia, diwujudkan dalam bentuk tekstual dengan menggunakan bahasa dan huruf yang telah mati atau tidak umum digunakan lagi dalam masyarakat dan/atau dihasilkan secara tradisional dalam format buku (koleksi) atau sejenisnya, berumur 50 tahun atau lebih yang memuat unsur budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi dan memiliki nilai historis, estetis, filosofis, sosial, dan/atau keagamaan.
Berdasarkan definisi ini tersebut, naskah kuno atau manuskrip kuno adalah dokumen tertulis yang memiliki karakteristik khusus, termasuk penggunaan bahasa dan huruf yang tidak lagi umum digunakan, berumur 50 tahun atau lebih, dan memiliki nilai budaya dan sejarah yang signifikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memiliki tanggung jawab untuk melindungi, memelihara, dan melestarikan naskah-naskah kuno dan warisan budaya tak benda lainnya dalam upaya untuk mempertahankan identitas budaya dan sejarah bangsa Indonesia. Hal ini termasuk usaha untuk mendokumentasikan, merestorasi, dan melestarikan naskah-naskah kuno agar tetap dapat diakses oleh generasi mendatang. Namun, hal tersebut bukanlah menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi semua pihak karena naskah beredar di berbagai tempat, seperti karena penyimpanan pribadi, surau, museum, atau skriptorium (tempat penyimpanan) naskah lainnya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perbedaan naskah baru (kini) dan naskah kuno tidak hanya terlihat pada fisiknya saja. Namun, dari berbagai pembeda lainnya. Perbedaan ini mencerminkan evolusi bahasa, teknologi, dan budaya seiring berjalannya waktu. Meskipun ada perbedaan mendasar antara naskah kuno dan naskah modern, keduanya memiliki nilai budaya dan sejarah yang penting. Studi filologi memainkan peran penting dalam memahami dan melestarikan naskah-naskah kuno serta menganalisis perkembangan bahasa dan sastra sepanjang sejarah.
Naskah kuno dan naskah modern memiliki beberapa perbedaan signifikan dalam hal gaya penulisan, bahasa, format, dan konteks. Pertama, dari segi bahasa dan gaya penulisan, naskah kuno sering kali ditulis dalam bahasa atau dialek kuno yang mungkin sulit dipahami oleh pembaca modern. Gaya penulisan dalam naskah kuno juga dapat sangat berbeda dari gaya penulisan yang digunakan dalam naskah modern. Ejaan dan tata bahasa bisa sangat berbeda, bahkan jika menggunakan bahasa yang sama. Hal tersebut berbeda dengan naskah modern biasanya ditulis dalam bahasa yang lebih baku dan sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang berlaku saat ini. Gaya penulisan modern juga cenderung lebih jelas dan efisien dalam komunikasi.
Selain itu, kedua, pembeda lainnya adalah format dan media yang digunakan untuk menulis. Dalam bidang filologi, hal tersebut disebut sebagai bahan atau alas naskah. Naskah kuno sering kali ditulis dengan tangan atau pada media yang khas bagi masanya, seperti daun lontar, kulit hewan, atau kertas kuno. Format, ukuran, dan tata letak naskah kuno juga mungkin berbeda dengan format buku modern. Berbeda degan naskah modern yang sering kali ditulis menggunakan teknologi komputer dan dipublikasikan dalam format buku cetak atau elektronik yang sesuai dengan standar publikasi modern.
Ketiga, konteks budaya dan historis yang berbeda. Naskah kuno sering mencerminkan konteks budaya, sejarah, dan nilai-nilai masyarakat pada masa lalu. Mereka dapat berisi cerita, mitos, atau informasi yang relevan dengan zaman kuno. Berbeda dengan naskah modern mencerminkan konteks budaya, sejarah, dan nilai-nilai masyarakat pada saat penulisannya. Mereka sering kali berbicara tentang isu-isu kontemporer dan mewakili pandangan dan realitas zaman saat itu. Keempat, hal pembeda lainnya adalah terkait dengan teknologi penerbitan. Naskah kuno biasanya tidak dibuat dengan menggunakan teknologi penerbitan modern seperti pencetakan mesin atau desain grafis. Tentunya, hal tersebut berbeda dengan naskah modern dapat diproduksi dengan menggunakan teknologi penerbitan canggih, memungkinkan tampilan yang lebih rapi dan penyebaran yang lebih luas.
Kemudian, kelima, secara aksesibilitas, naskah kuno mungkin tidak selalu mudah diakses karena keunikan media dan bahasa yang digunakan. Kebanyakan naskah kuno hanya tersedia dalam beberapa salinan yang langka. Berbeda dengan askah modern lebih mudah diakses karena banyaknya salinan yang tersedia dan teknologi digital yang memungkinkan penyediaan daring. Keenam, dari segi kepengarangan, naskah kuno biasanya jarang ditulis nama pengarang atau penyalinnya. Namun, pada masa kini, manuskrip atau naskah selalu ditulis oleh seseorang yang menyantumkan nama di dalam naskahnya untuk menghindari plagiasi dan melindung hak cipta orang tersebut. Sebenarnya, pembeda naskah kuno dan naskah modern masih banyak lagi. Contoh yang disebutkan di atas hanyalah beberapa pembeda yang dapat dilakukan oleh seluruh orang secara umum.
The post Yuk, Mengenal Naskah Kuno vs Naskah Masa Kini dalam Tinjauan Filologi! appeared first on JurnalPost.