

Jakarta –
Meski terjadi penurunan, angka stunting di Indonesia masih relatif tinggi yakni 24,4 persen pada 2021. Minimal, dua tahun ke depan prevalensi bisa ditekan lebih rendah yakni 14 persen.
Pemerintah bersama sejumlah sektor melakukan beragam upaya. Salah satunya kerja sama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, desa.
Pendekatan yang dilakukan yakni intervensi gizi, hingga pendekatan berbasis keluarga berisiko stunting. Risiko stunting mengancam tumbuh kembang anak, berdasarkan data BPS per 2021, dari 273 juta jiwa, 21 juta di antaranya adalah usia balita.
”Mari kita bekerja sama dan mau bersama garda terdepan dalam menurunkan stunting. Tanpa aksi nyata, penurunan stunting hanya ramai sebagai wacana dalam forum diskusi, tetapi sepi dalam implementasi,” beber Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin dalam agenda BKKBN dan Tanoto Foundation soal Forum Nasional Stunting 2022, Selasa (6/12/2022).
Dalam kesempatan serupa, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebut pihaknya juga melakukan penambahan aktivitas atau strategi menangani stunting yakni mendampingi keluarga khususnya mereka yang berisiko stunting, juga untuk calon pengantin sebelum masuk usia subur.
Sayangnya, penurunan stunting dalam beberapa tahun terakhir belum pernah melampaui 2 persen. ”Di tahun 2022, diharapkan optimalisasi penurunan bisa mencapai 3 persen, sehingga 2024 bisa mencapai 14 persen,” kata Hasto.
Adapun salah satu program yakni tim pendampingan keluarga juga didukung oleh Tanoto Foundation khusus untuk memperluas layanan. Diharapkan, bisa efektif memangkas angka catatan kasus stunting.
”Kami yakin TPK sebagai garda terdepan punya peran penting dalam mengambil langkah promotif dan preventif serta pemberian rujukan untuk ke akses kesehatan,” kata Global ECO Tanoto Foundation, dalam agenda serupa.