
Jakarta, Berita – Usulan agar koruptor yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp 100 miliar untuk dihukum mati dipandang hanya bagian dari lip service para pejabat publik di Indonesia. Usulan tersebut disampaikan seolah-olah untuk memperlihatkan ketegasan dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Kami lebih menilai wacana hukuman mati bagi koruptor sejak dulu hanya menjadi lip service pejabat publik di Indonesia,” kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuris Rezha Kurniawan, Minggu (27/3/2022).
Yuris menuturkan usulan hukuman mati untuk para koruptor sudah sering digulirkan oleh para pejabat publik, termasuk para penegak hukum. Usulan tersebut digulirkan untuk memperlihatkan ketegasan dalam pemberantasan korupsi, padahal kenyataan di lapangan justru kontradiktif.
Menurutnya, jika pemerintah dan DPR serius berkomitmen memberantas korupsi, seharusnya lebih berfokus menyusun aturan hukum mengenai perampasan aset; pemidanaan kejahatan perdagangan pengaruh; serta peningkatan harta kekayaan yang tidak wajar. Namun demikian, pemerintah dan DPR tampak bimbang dalam menyusun aturan tersebut.
“Justru hanya sering mewacanakan hukuman mati yang sebetulnya di undang-undang juga sudah diatur,” ungkap Yuris.
Yuris menambahkan pihaknya masih meragukan komitmen aparat penegak hukum dalam konteks pemberantasan korupsi. “Jangankan hukuman mati bagi koruptor, untuk tuntutan serta putusan kasus korupsi saja pihaknya menemukan tren menurun dalam beberapa tahun terakhir,” katanya.
Diketahui, pembahasan soal hukuman mati bagi koruptor kembali bergulir usai disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman. Ia meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) membuat kategorisasi yang lebih lengkap soal tuntutan hukuman bagi koruptor.
Habiburokhman mengusulkan koruptor yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp 100 miliar dituntut hukuman mati atau minimal pidana seumur hidup.
“Mungkin nanti dikategorisasi saja, dibikin standar, (korupsi) di atas Rp 100 miliar tuntutannya hukuman mati atau seumur hidup,” kata Habiburokhman saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com