Urgensi Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Pada Mode Transportasi Umum

Sah! Data Pelecehan Seksual di Ruang Publik Berdasarkan Survei Responden

Hasil Survei Nasional Pelecehan Seksual di Ruang Publik berdasarkan data Kolisi Ruang Publik Aman (KRPA) mengungkapkan bahwa moda transportasi umum menjadi lokasi kedua tertinggi kasus pelecehan seksual.

Totalnya sebanyak 46,80% responden diungkapkan oleh KRPA mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di bus dimana data ini dibuktikan dari analisis data survei tahun 2018.

29,49% responden mengalami pelecehan seksual di angkot, dan 3 dari 5 perempuan pernah mengalami kondisi tersebut. Oleh karena itu, perempuan menjadi kelompok paling rentan mengalami pelecehan seksual.  

Pelecehan seksual dapat dilakukan dalam bentuk verbal atau tulisan, fisik, tidak verbal, dan visual, dan bisa dilakukan oleh seluruh pihak dikarenakan, faktor agama, faktor pendidikan, faktor pergaulan yang salah, faktor lingkungan, dan faktor ekonomi. 

Pengaturan Hukum Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terkait Pelecehan Seksual 

Pelecehan seksual adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang telah diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menuliskan setiap orang berhak terhindar dari ancaman seperti ketakutan dimana ia berhak atas perlindungan atas rasa tentram dan rasa aman.

Dampak pelecehan seksual terhadap korban sangat mengkhawatirkan, diantaranya dampak psikologis dan dampak perilaku.

Urgensi Pengaturan Hukum Pelecehan Seksual dalam Menuju Sustainable Development Goals (SDGs)

Oleh karena itu, pelecehan seksual wajib ditegaskan dalam menuju Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 melalui kepastian hukum dan tata kelola yang efektif, transparan, akuntabel, dan partisipatif untuk menciptakan keamanan dan mencapai negara berdasarkan hukum. 

Peran penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual terhadap perempuan sangat penting, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menuliskan diantaranya pada Pasal 6, yaitu:

(a) setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah); 

(b) setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah); 

(c) setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). 

Pengaturan Hukum Pelecehan Seksual Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual terhadap perempuan juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu pasal 285 tentang pemerkosaan, ancaman yang harus dipertanggung jawabkan adalah 12 (dua belas) tahun.

Bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak perempuan akan dikenakan ancaman pidana yang telah diatur dalam Perpu No. 1 Tahun 2016, yaitu minimal 10 tahun penjara, maksimal 20 tahun penjara, penjara seumur hidup, dan hukuman mati. 

Peraturan ini juga mengatur tiga hukuman tambahan, yaitu kebiri kimiawi, pemasangan alat deteksi elektronik, dan pengumuman identitas ke publik. 

Tidak hanya pelecehan seksual seperti pencabulan, namun mengambil gambar atau video secara diam-diam pada anggota tubuh yang dianggap sebagai privasi juga sering terjadi pada pengguna transportasi umum dan ditemukan unsur pidana. 

Pengaturan Hukum Pelecehan Seksual Dalam Undang-Undang Hak Cipta

Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang bertuliskan

“Untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaannya, pemegang hak cipta atas potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret”

Pelaku dapat terkena ancaman pidana menurut Pasal 72 ayat (5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta yaitu penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah). 

Penegakan hukum dan memberikan kepastian hukum terhadap isu pelecehan seksual terhadap perempuan pada mode transportasi umum penting untuk dilakukan dalam menunju SDGs 2030. 

Hal itu disebabkan karena Hasil Survei Nasional Pelecehan Seksual di Ruang Publik berdasarkan data Kolisi Ruang Publik Aman (KRPA) mengungkapkan bahwa moda transportasi umum menjadi lokasi kedua tertinggi kasus pelecehan seksual.

Upaya yang dilakukan sudah tertuang pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, KUHP, serta pendampingan terhadap korban oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPPA PM). 

 

Kunjungi laman berita hukum terpilih yang disajikan melalui website Sah.co.id. Baca berita terbaru lainnya dan kunjungi juga website Sah.co.id atau bisa hubungi WA 0851 7300 7406 untuk informasi pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha

Source:

Yosepha Pusparisa. (2019). Transportasi Umum, Sarang Pelecehan Seksual Di Ruang Publik.

Wibisono, D. (2019). Bentuk Perilaku Kekerasan Massa, Faktor Penyebab, Sikap Dan Perilaku Aparat Kepolisian Dalam Menghadapi Perilaku Kekerasan Massa Di Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus. Sosiologi: Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial Dan Budaya, 21(1), 42-61. 

Sihotang, N. E. (2017). Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan di Muka Umum (Doctoral Dissertation, Uajy).

Supriyanto, B. H. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Perkosaan Berdasarkan Hukum Positif Indonesia. Adil: Jurnal Hukum, 6(2), 147-181

Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285 tentang pemerkosaan

PERPU No. 1 Tahun 2016 yang merubah UU No. 22 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak

The post Urgensi Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Pada Mode Transportasi Umum appeared first on Sah! Blog.

SOURCE

Recommended
Tulang Bawang | Aesennews.Com |Setelah di beritakan oleh puluhan Media…