Tradisi Legenonan Sedekah Bumi di Desa Rowolaku, Kajen, Pekalongan

Tradisi Legenonan Sedekah Bumi di Desa Rowolaku, Kajen, Pekalongan

JurnalPost.com – Sedekah bumi merupakan tradisi yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Tradisi sedekah bumi ini sering kita temui di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Nah, di desa Rowolaku pula turut serta mengadakan tradisi tersebut. Tradisi sedekah bumi sendiri telah ada turun temurun sejak dari nenek moyang sampai sekarang. Menurut warga sekitar tradisi sedekah bumi diadakan sebagai wujud rasa syukur kepada tuhan karena telah diberikan hasil bumi yang melimpah. Masyarakat turut serta mengikuti tradisi tersebut mulai dari kalangan anak- anak sampai tua, tidak ada yang ketinggalan untuk ikut serta memeriahkan acara tersebut.

“Sedekah bumi itu kalau kita melihat tanah daripada jalurnya desa Rowolaku, adanya mengadakan sedekah bumi itu tidak luput dari leluhur kita pertama seperti itu, dan ketika kita sanggupkan atau kita kaitkan dengan leluhur kita tidak luput dari sejarah tradisi pada zaman dulu. Nah, sedekah bumi itu kaluau kita bahasakan itu banyak Bahasa, ada yang namanya Aapitan”, ada yang namanya nyadran. Jadi nyadran itu hampir sama dengan sedekah bumi walaupun ada letak- letak yang berbeda, tapi kebanyakan orang menyebut yang namanya nyadran adalah sedekah bumi. Sedangkan nyadran sendiri sejarahnya itu sejak zaman kerajaan Majapahit. Terutama pada eranya raja kerajaan majapahit yang ketiga yang dipinpin oleh ratu Tri Buana Tunggal Dewi, ketika beliau ingin menghargai atau menghormati daripada leluhurnya atau yang namanya Ratu Gayatri beliau mengadakan nyadran, dan nyadran itu diambil dari kata “srada” yang artinya keyakinan.

Jadi meyakinkan bahwasanya sesuatu- sesuatu yang membantu kekuatan kita kalau pada eranya zaman kerajaan Majapahit itu berasal dari nenek moyang yang biasanya dikatakan dengan sebutan “sahyang”. Kemudian berlanjut setelah Tri Buana Tunggal Dewi wafat itu dilanjutkan oleh raja Hayam Wuruk yang patihnya terkenal dengan sebutan patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada ini yang meneruskan raja Hayam Wuruk daripada adat- istiadat yang namanya “Sadra” atau Nyadran, nah jadi itu dinamakan canda.

Pada eranya Hayam Wuruk ketika lengser sudah tidak bisa mengadakan acara nyadran lagi, karena apa? Karena memang kerajaan Majapahit pada waktu itu sudah mulai luntur. Karena, pada eranya Hayam Wuruk wafat atau Gajah Mada itu lengser itu kerajaan Majapahit terbagi menjadi dua, sehingga berebut tahta, sehingga Kerajaan Islam atau para Wali Songo mulai membentuk bagaimana kerajaan Majapahit dijadikan kerajaan islam, maka timbulah kerajaan awal yang ada di Jawa kerajaan yang berada di Demak dan dipimpin oleh Raden Patah, padahal Raden Patah sendiri ini adalah putra dari Brawijaya. Tapi, ia juga sekaligus menantu dari Sunan Ampel, sehingga ada pengaruh besar karena Raden Patah adalah putra dari Raja dan sekaligus menantu dari Wali jadi bisa diambil manfaatnya untuk keberlangsungan agama Islam oleh orang- orang Wali Songo.

Jadi, agama Islam dapat menyebar dengan cepat misal dari sisi politiknya yang di letakkan di aturan kerajaan, sehingga rakyat pasti akan dengan mudah mengikutinya. Setelah berkembangnya seperti itu terbentuknya agama Islam acara nyadran itu sudah berubah total, yang dulunya sesaji untuk para leluhur sekarang diganti dengan yang berhubungan dengan agama islam. Bahkan menurut sejarah nyadran terus digantikan dengan sedekah bumi atau bisa diambil dengan kata lain yaitu sedekah bumi atau sedekah laut yang dipelopori pada eranya kerajaan Islam atau pada eranya wali songo itu dipelopori oleh Sunan Kalijogo, hanya saja menggunakan konsep atau metode- metode yang berubah atau berbeda sekali dengan nyadran atau sedekah bumi yang ada dikerajaan Majapahit.

Sunan Kalijogo ketika mengadakan sedekah bumi itu bagaimana? Beliau mengumpulkan masyarakat, kemudian hasil dari pertanian, tumbuh- tumbuhan kemudian keluatan itu Sebagian- Sebagian untuk di sedekahkan atau untuk di bagi- bagikan kepada fakir miskin. Pada ritual atau adat seperti itu Sunan Kalijogo juga menyisipkan ajaran Islam dengan menggunakan metode pewayangan. Nah, pewayangan ini cara paling jitu pada eranya walisongo karena orang- orang zaman dulu suka melihat wayang. Kemudian hal yang seperti ini disisipka agama Islam dengan cara para lakon- lakon yang ada di wayang itu dialurkan di dalam agama Islam, contohnya seperti, “Pandawa” diibaratkan sebagai rukun islam yang saling keluar diantara sedekah bumi ketika peragaan wayang itu adalah Werkudoro.

Kegiatan sedekah bumi yang dilakukan oleh masyarakat Rowolaku, Pekalongan biasanya diselenggarakan di tempat tertentu yaitu dimakam wali yang ada di desa Rowolaku. Makam wali tersebut adalah makam orang yang menamai desa Rowolaku ini. masyarakat Rowolaku beramai- ramai untuk pergi ke makam sambil membawa tumpeng yang isinya nasi kerucut dengan lauk kacang panjang, ayam bakar yang masih utuh, telor, dll. Di dalam lauk yang ada di tumpeng tidak boleh sembarangan, karena didalamnya memilliki filosofi tersendiri. Tradisi tersebut diawali dengan doa bersama dan dilanjutkan dengan makan bersama di makam” Ujar Maizun warga asli Rowolaku.

Tradisi sedekah bumi ini sebelum dilaksanakan biasanya diawali dengan tradisi nyekar terlebih dahulu (menyebar bunga dimakam dan mendoakan leluhur) di hari sebelum tradisi sedekah bumi dilaksanakan. Sebelum tradisi sedekah bumi diselenggarakan masyarakat Rowolaku harus senantiasa meminta izin terlebih dahulu kepada RT di desa tersebut.

Penulis: Sri Eka Fitrianingsih (mahasiswa UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan)

The post Tradisi Legenonan Sedekah Bumi di Desa Rowolaku, Kajen, Pekalongan appeared first on JurnalPost.

SOURCE

Recommended
Sah! – KBLI 51203 Angkutan Udara Niaga Berjadwal Luar Negeri…