Jakarta, Tekno – Teknologi yang memudahkan dalam berinvestasi nyatanya malah membuat korban investasi bodong berjatuhan. Nilai kerugiannya tidak main-main besarnya!
Ya, Satgas Waspada Investasi (SWI) melaporkan bahwa selama 10 tahun terakhir kerugian dari investasi bodong mencapai Rp117,5 triliun. Selain itu, per Mei 2022 sebanyak 1.120 platform investasi ilegal telah diblokir.
Tingginya nilai kerugian dari investasi bodong ini dikarenakan kemudahan akses jasa keuangan melalui fintech yang belum diimbangi dengan tingkat pengetahuan yang memadai, terutama terkait dengan literasi keuangan.
Hal ini terungkap dalam diskusi publik “Transformasi Digital Sebagai Pendorong Literasi Keuangan” yang diadakan Badan Pengembangan Keuangan Digital Kamar Dagang Indonesia (KADIN BPKD) yang digelar Senin (5/9/2022) lalu. Adapun diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan dari perspektif regulator, pelaku usaha, dan masyarakat.
Pandu Sjahrir, Kepala KADIN BPKD, berharap adanya kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk membangun kepercayaan publik terhadap sektor fintech yang tumbuh pesat dalam empat tahun terakhir. Menurutnya, pertumbuhan industri saat ini sangat pesat meskipun masih dalam usia yhang dini, sehingga perlu diimbangi dengan tingkat literasi keuangan yang baik di masyarakat.
“Fintech membutuhkan bantuan dari semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan memastikan ekosistem layanan keuangan digital yang sehat, inklusif, dan dapat dipercaya. Semakin banyak masyarakat yang memiliki pemahaman yang baik tentang jasa keuangan digital, tingkat kepercayaan publik terhadap layanan ini juga akan semakin tinggi,” pungkasnya.
Tidak bisa dipungkiri saat ini memang terjadi kesenjangan antara tingkat inklusi dan literasi pada masyarakat yang akhirnya dimanfaatkan pelaku berkedok investasi. Mengacu pada survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, tingkat literasi keuangan masyarakat masih di angka 38,03% meskipun tingkat inklusi keuangan sudah mencapai 76,19%.
Dari ketimpangan tersebut bisa diartikan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia yang sudah berpartisipasi dalam sektor keuangan belum benar-benar memahami produk dan jasa keuangan yang digunakan. Akhirnya mereka dengan mudah terjerat investasi bodong.
Investasi Bodong Bisa Dicegah dengan Konten Literasi Keuangan
Menanggapi ketimpangan yang ada, Ronny Hutahayan, Chief of Special Projects Pluang mengatakan bahwa saat ini sangat penting tersedianya konten literasi keuangan di platform digital untuk membantu para investor rital mengambil keputusan investasi.
Berdasarkan studi Pluang yang dilakukan bersama Center for Economic and Law Studies (CELIOS) tentang Dampak Aplikasi Multi-Aset terhadap Pertumbuhan Investor Ritel yang dilakukan terhadap 3.5030 responden yang berusia 18-35 tahun, didapatkan fakta bahwa mereka tidak memiliki waktu yang banyak untuk membuat keputusan investasi.
“Hampir setengah dari responden kami menghabiskan kurang dari 2 jam untuk membuat keputusan investasi. Hal ini semakin menekankan betapa pentingnya ketersediaan akses pada informasi keuangan yang terintegrasi sehingga bisa memfasilitas proses keputusan investasi kepada para investor muda ini,” ujar Ronny.
Sementara itu, Puteri Komarudin, Anggota Komisi XI DPR yang juga sebagai Ketua Delegasi Indonesia untuk Y20 Italia 2021 menegaskan pentingnya upaya peningkatan literasi keuangan secara masif yang membutuhkan sinergi antar kementerian dan lembaga, maupun antara pemerintah dengan pelaku usaha dan masyarakat.
Dia menyebutkan bahwa saat ini DPR sedang mengembangkan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang memperjelas pembagian tugas antara Kementerian Keuangan, OJK, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan regulator lainnya.
Baca juga: AFTECH, PERBANAS & KADIN Teken Kesepakatan Bersama Percepat Inklusi Keuangan Digital
“Pembagian kerja yang jelas akan mengurangi tumpang tindir antar regulator, memungkinkan koordinasi yang lebih erat dan menciptakan peraturan yang lebih efektif. Masyarakat juga akan mendapatkan kepastian tentang lembaga mana yang bertanggung jawab terhadap isu-isu transaksi di platform keuangan digital,” tegasnya.