Jakarta, Tekno – Selain dampak buruk pandemi yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat maupun organisasi, salah satu dampak positif yang dibawanya adalah percepatan implementasi teknologi digital. Tak terkecuali perbankan digital yang kini sudah semakin populer maupun banyak digunakan dalam keseharian, termasuk di Indonesia.
Karena semakin populer, keberadaan perbankan digital atau yang juga bisa disebut sebagai neobank juga telah membantu menurunkan jumlah masyarakat yang masih belum memiliki rekening bank. Dari laporan di tahun 2019 (Google, Temasek, & Bain e-Conomy) menyebutkan kalau setidaknya ada sekitar 33& dari populasi warga Indonesia sebanyak 92 juta penduduk yang masih tanpa rekening bank.
Nilai tersebut kemudian turun menjadi 83 juta, berdasarkan laporan dari firma Twimbit dalam laporan yang dirilis 2022 lalu. Tren digitalisasi yang berlangsung cepat tersebut dapat memicu optimisme percepatan inklusi keuangan. Namun begitu, masih ada tantangan yang perlu dihadapi oleh para penyedia perbankan digital dalam mencapai tujuannya.
Baca juga: Perusahaan di Asia Tenggara Mulai Siap Terapkan Edge Computing
Perbankan Digital Mudah Diakses, Kebanyakan dari Smartphone

Jenis dari perbankan digital atau neobank sendiri bisa beragam, dan keberadaannya di Indonesia dianggap penting bahkan sampai pasar Asia. Disampaikan oleh Surung Sinamo, Country Director F5 Indonesia dalam sebuah kesempatan luring (1/9), Indonesia saat ini telah berkontribusi dalam bagian ekonomi digital terbesar se-Asia, melampaui 50% dari berbagai negara lain.
“73% populasi masyarakat memiliki sebuah smartphone. Dan 90% dari pengguna internet di Asia menggunakan perangkat smartphone mereka agar tetap terhubung, yang setidaknya ada 915 juta sambungan aktif,” jelas Surung. Artinya, permintaan akan layanan perbankan digital atau daring yang bisa diakses secara mobile bakal naik dan menjadi lebih populer ke depannya.
Diperkirakan dalam 2-3 tahun ke depan bakal ada perang dari perbankan digital, yang bakal berikan dampak positif agar masyarakat bisa memiliki lebih banyak pilihan sesuai dengan kebutuhan—membantu agar akses terkait layanan keuangan semakin inklusif. Perbankan digital dan platform pembayaran masa kini juga bisa berikan layanan tambahan seperti belanja langsung tanpa perlu aplikasi lain.
Hal tersebut berkat implementasi teknologi open banking, di mana perbankan digital berkolaborasi bersama pihak lain, memanfaatkan API untuk hadirkan layanan tambahan ke dalam platform-nya. Namun begitu, dilaporkan baru sekitar 60% dari pelaku BFSI di Asia Pasifik yang implementasi atau berencana untuk implementasi solusi keamanan berbasis API.
Sementara salah satu penyebab dari kebocoran data juga dimungkinkan karena adanya API yang rentan, kurang sempurna maupun telah diretas. Maka organisasi perlu memerhatikan bagaimana data atau informasi mereka terdistribusi di internet melalui API.
Keterbatasan Infrastruktur Masih Jadi Kendala

Kehadiran layanan perbankan digital bisa tingkatkan inklusivitas berkat keberadaannya yang dapat dibuat sepenuhnya digital. Artinya, masyarakat di wilayah rural bisa mengakses layanan tersebut tanpa penyedia perbankan harus membuka kantor cabang fisik atau metode tradisional lainnya. Namun tetap saja, keterbatasan infrastruktur seperti jaringan masih bisa menjadi masalah, selain kesiapan digital yang rendah. Seperti yang disebut pada laporan dari Twimbit & F5, menjadi salah satu hambatan terhadap modernisasi layanan keuangan.
Dalam laporan terkait open banking yang dirilis oleh Twimbit & F5 di tahun 2020, juga disebutkan beberapa kunci utama untuk meraih kesuksesan dalam implementasi open banking. Beberapa di antaranya seperti mengutamakan data, merancang arsitektur API yang matang, meningkatkan hubungan dengan komunitas developer, mengutamakan keamanan, modernisasi TI dan berkolaborasi secara kuat bersama partner lain.
Pemanfaatan edge computing juga bisa membantu layanan perbankan digital hadirkan solusi yang lebih personal, cepat dan aman. Beban kerja bisa terbagi secara pas, mampu hadirkan sejumlah teknologi seperti pemindaian retina mata maupun pengenalan wajah—alih-alih data harus diproses melalui cloud, bisa langsung diproses secara instan.