Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Revitalisasi Lembaga Pendidikan Islam dalam Transisi dari Tradisi ke Transformasi di Era Global
JurnalPost.com – Lembaga pendidikan Islam merupakan suatu entitas yang secara sistematis bertugas menyelenggarakan proses pembelajaran dan pembinaan dalam kerangka ajaran Islam. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani peserta didik, agar terbentuk kepribadian Muslim yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam konteks kelembagaan, pengertian ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan Islam tidak hanya berkutat pada aspek transmisi ilmu, tetapi juga pembinaan spiritual, sosial, dan moral.
Sementara itu, Hasan Langgulung mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pembentukan manusia secara menyeluruh berdasarkan nilai-nilai Islam, yang melibatkan aspek akal, jasmani, dan ruhani secara harmonis. Maka, lembaga pendidikan Islam diidealkan sebagai tempat terintegrasinya tiga dimensi: kognitif (ilmu pengetahuan), afektif (nilai dan sikap), dan psikomotorik (tindakan nyata). Dalam praktiknya, lembaga pendidikan Islam dapat berbentuk formal seperti madrasah dan perguruan tinggi keislaman; nonformal seperti pesantren dan majelis taklim; serta informal dalam bentuk pendidikan di rumah yang bercorak Islami. Semua bentuk ini memiliki kontribusi dalam mencetak generasi Muslim yang tidak hanya memahami agama secara tekstual, tetapi juga mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi dan Peran Strategis
Lembaga pendidikan Islam memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian individu dan masyarakat Muslim. Fungsi utamanya adalah sebagai agen sosialisasi nilai-nilai Islam, pengembangan potensi manusia, serta pelestari tradisi intelektual Islam. Dalam konteks modern, lembaga pendidikan juga menjadi garda depan dalam menghadapi tantangan moral, ideologi, dan budaya global yang kerap kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Islam bukan hanya berorientasi pada keberhasilan akademik, tetapi juga mengedepankan pembangunan karakter berbasis nilai-nilai tauhid, akhlak mulia, dan tanggung jawab sosial. Pembinaan ini tidak hanya terjadi di dalam kelas, melainkan juga melalui aktivitas keseharian di lingkungan pendidikan yang membentuk kebiasaan islami secara konsisten. Selain itu, lembaga pendidikan Islam berfungsi sebagai jembatan antara tradisi keilmuan klasik dan tuntutan zaman. Upaya ini dilakukan dengan menyesuaikan kurikulum, mengembangkan metode pengajaran yang kontekstual, serta menanamkan nilai-nilai kemandirian dan kepedulian sosial pada peserta didik
Nilai-Nilai Dasar dan Filosofi Pendidikan Islam
Filosofi pendidikan Islam bersumber dari konsep tauhid, yang menjadi landasan fundamental dalam seluruh aspek kehidupan seorang Muslim, termasuk dalam pendidikan. Tauhid menekankan kesatuan antara aspek spiritual, intelektual, dan sosial dalam diri manusia. Maka, proses pendidikan Islam sejatinya adalah upaya untuk mendekatkan manusia kepada Allah melalui pembentukan pribadi yang beriman, berilmu, dan beramal. Konsep ini menolak pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Dalam pandangan Islam, seluruh ilmu yang bermanfaat merupakan bagian dari amanah Allah kepada manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam harus mampu membangun integrasi antara spiritualitas dan rasionalitas, antara pengetahuan dan nilai, antara dunia dan akhirat.
Nilai moral merupakan komponen kunci dalam pendidikan Islam. Pendidikan bukan hanya ditujukan untuk mencerdaskan pikiran, tetapi juga untuk membentuk akhlak yang mulia. Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, tujuan pendidikan Islam adalah membentuk insan yang baik (al-insan al-shalih), yaitu individu yang harmonis secara intelektual dan spiritual. Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam idealnya menjadi tempat pembentukan manusia paripurna yang menyatu antara iman, ilmu, dan amal.
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia berkembang dalam tiga bentuk utama: formal, non-formal, dan informal. Ketiganya memiliki karakteristik dan fungsi yang saling melengkapi dalam membentuk individu dan masyarakat yang berakhlak mulia dan berpengetahuan luas. Pendidikan formal merupakan bentuk pendidikan yang terstruktur dan memiliki jenjang yang jelas. Contohnya adalah madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah, serta perguruan tinggi Islam seperti UIN, IAIN, atau STAI. Lembaga ini diakui secara nasional dan kurikulumnya terstandarisasi oleh negara, dengan integrasi antara ilmu agama dan umum. Pendidikan non-formal meliputi institusi seperti pesantren, majelis taklim, dan lembaga kursus keagamaan. Pesantren, misalnya, telah lama menjadi pusat transmisi ilmu-ilmu keislaman klasik sekaligus pembinaan karakter santri dalam suasana yang menyatu antara kehidupan dan pembelajaran. Pendidikan informal berlangsung dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Keluarga menjadi lembaga pertama yang menanamkan nilai-nilai dasar Islam seperti kejujuran, kasih sayang, dan tanggung jawab. Sementara masyarakat memberikan ruang praktik nilai tersebut melalui aktivitas sosial dan keagamaan. Klasifikasi ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam tidak hanya berlangsung di ruang kelas, tetapi juga dalam keseharian hidup umat Islam yang holistik dan berkesinambungan.
Revitalisasi lembaga pendidikan islam era global
Lembaga pendidikan Islam merupakan instrumen utama dalam proses pewarisan nilai-nilai keislaman sekaligus sebagai agen transformasi sosial. Namun, seiring dengan dinamika globalisasi yang ditandai oleh disrupsi teknologi, perubahan sosial-budaya, dan tantangan ideologis, lembaga pendidikan Islam dihadapkan pada situasi yang menuntut pembaruan menyeluruh. Revitalisasi menjadi kebutuhan mendesak agar lembaga ini tidak hanya bertahan secara institusional, tetapi juga mampu merespons zaman dengan tetap berakar pada prinsip-prinsip ajaran Islam.
Salah satu urgensi utama revitalisasi adalah untuk menghindari stagnasi dalam pola pengajaran dan manajemen kelembagaan. Banyak lembaga pendidikan Islam yang masih mengandalkan metode tradisional, yang dalam beberapa kasus kurang relevan dengan tantangan kehidupan kontemporer. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadikan lembaga pendidikan Islam kehilangan daya tarik dan kepercayaan publik, terutama di kalangan generasi muda yang sangat dinamis dan terbuka terhadap arus informasi global.
Revitalisasi juga diperlukan guna memperkuat posisi lembaga pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional maupun global. Di tengah persaingan antar-institusi pendidikan, hanya lembaga yang memiliki inovasi dan daya saing tinggi yang mampu bertahan. Hal ini mendorong perlunya reformasi pada berbagai aspek: kurikulum, metode pengajaran, sistem manajemen, kualitas tenaga pendidik, dan pemanfaatan teknologi digital sebagai alat pendukung pembelajaran. Apalagi, pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kognisi, tetapi juga pembentukan karakter dan spiritualitas peserta didik, yang menuntut model pengelolaan yang holistik dan kontekstual.
Revitalisasi lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral dari upaya memperkuat peradaban Islam itu sendiri. Dalam sejarahnya, lembaga pendidikan merupakan pusat lahirnya pemikir besar, ilmuwan Muslim, serta tokoh perubahan sosial. Namun, saat ini posisi strategis itu mengalami penurunan akibat lemahnya daya saing dan kurangnya dukungan sistemik. Oleh karena itu, revitalisasi tidak hanya menyangkut aspek teknis, tetapi merupakan proyek besar untuk membangun kembali kekuatan epistemik umat Islam di era global.
Dengan demikian, urgensi revitalisasi lembaga pendidikan Islam tidak dapat ditunda. Ia menjadi jalan untuk membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata yang kompleks, serta membekali generasi Muslim agar mampu menjalani kehidupan modern tanpa kehilangan identitas dan nilai spiritualnya.
Revitalisasi lembaga pendidikan Islam di era global memerlukan pendekatan yang komprehensif, mencakup reformasi kelembagaan, penguatan kualitas pengajaran, dan kolaborasi lintas sektor. Untuk itu, beberapa strategi utama yang harus diambil adalah sebagai berikut:
a. Reformasi Manajemen Kelembagaan
Revitalisasi dimulai dengan pembenahan manajemen kelembagaan. Lembaga pendidikan Islam harus mengadopsi sistem manajerial yang lebih transparan, efisien, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi. Reformasi manajemen mencakup perencanaan yang matang, pengelolaan sumber daya yang optimal, serta penataan struktur organisasi yang lebih fleksibel untuk menghadapi tantangan global.
b. Peningkatan Kompetensi Tenaga Pendidik
Salah satu kunci utama dalam revitalisasi pendidikan Islam adalah kualitas tenaga pendidiknya. Guru dan dosen harus dilatih untuk memiliki kompetensi dalam mengajar, memahami perkembangan teknologi pendidikan, serta mampu beradaptasi dengan berbagai metode pembelajaran yang inovatif. Dalam konteks ini, pendidikan yang mengintegrasikan teknologi, seperti pembelajaran berbasis daring (online), dsb.
c. Kolaborasi dengan Sektor Lain (Pemerintah, NGO, Masyarakat Global)
Revitalisasi lembaga pendidikan Islam memerlukan kerjasama erat dengan berbagai sektor, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), dan masyarakat global. Dalam menghadapi tantangan zaman, pendidikan Islam tidak dapat berjalan sendiri; diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk memastikan keberlanjutan dan relevansinya. Salah satu contoh nyata adalah kolaborasi dalam pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan global sambil tetap mempertahankan nilai-nilai Islam.
d. Peningkatan Infrastruktur dan Pemanfaatan Teknologi
Untuk mengakomodasi kebutuhan pendidikan di era digital, lembaga pendidikan Islam perlu meningkatkan infrastruktur pendukung seperti fasilitas pembelajaran berbasis teknologi, akses internet, dan perangkat digital. Penggunaan teknologi dapat meningkatkan kualitas pendidikan, memperluas jangkauan pembelajaran, serta mempermudah akses terhadap sumber daya ilmu pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan Islam akan lebih responsif terhadap perkembangan zaman dan dapat diakses oleh lebih banyak orang, tanpa terbatas oleh ruang dan waktu.
e. Penguatan Kurikulum yang Relevan dengan Kebutuhan Zaman
Kurikulum lembaga pendidikan Islam perlu direvitalisasi agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat global, namun tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar Islam. Kurikulum yang berbasis pada pembentukan karakter dan akhlak harus disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tantangan-tantangan sosial yang ada. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan Islam untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dunia dengan nilai-nilai spiritual dalam sistem pembelajarannya.
Upaya revitalisasi lembaga pendidikan Islam di era global dihadapkan pada beragam tantangan yang bersifat struktural maupun ideologis. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan sumber daya, baik dari sisi pendanaan maupun kualitas sumber daya manusia. Masih banyak lembaga pendidikan Islam yang bergantung pada sumber dana tidak tetap, seperti donasi masyarakat atau bantuan pemerintah yang fluktuatif. Hal ini menyebabkan minimnya pengembangan infrastruktur, inovasi teknologi pembelajaran, serta pelatihan profesional bagi tenaga pendidik.
Tantangan berikutnya terletak pada kualitas dan kapasitas tenaga pendidik yang belum merata. Di berbagai institusi, guru dan dosen belum seluruhnya memiliki akses pada pelatihan yang sesuai dengan tuntutan pembelajaran abad ke-21, termasuk literasi digital, pedagogi kreatif, serta pendekatan integratif antara ilmu umum dan keislaman. Kondisi ini menghambat terwujudnya pembelajaran yang kontekstual dan relevan bagi generasi saat ini.
Selain itu, terdapat tantangan ideologis yang muncul dari sebagian lembaga yang cenderung mempertahankan pendekatan tradisional secara eksklusif. Kehati-hatian terhadap pengaruh globalisasi memang penting untuk menjaga nilai-nilai Islam, namun resistensi terhadap perubahan kurikulum, teknologi pembelajaran, atau kolaborasi lintas sektor justru dapat menghambat perkembangan kelembagaan. Dalam beberapa kasus, pendekatan yang terlalu rigid terhadap sistem pembelajaran masa lalu membuat lembaga terasing dari dinamika sosial masyarakat modern. Padahal, prinsip tajdid (pembaruan) dalam Islam memberikan ruang bagi umat untuk terus melakukan perbaikan sesuai tuntutan zaman.
Kondisi ini diperparah oleh lemahnya sistem manajemen kelembagaan. Banyak institusi pendidikan Islam belum mengadopsi tata kelola yang profesional, transparan, dan partisipatif. Kurangnya reformasi manajerial menghambat kemampuan lembaga dalam membangun jejaring, menjaring dukungan pemangku kepentingan, serta merespons kebutuhan peserta didik secara fleksibel. Jika revitalisasi hanya ditekankan pada aspek fisik dan administratif tanpa dibarengi semangat transformasi nilai dan budaya pembelajaran, maka upaya ini berisiko menjadi artifisial. Dalam Islam secara tegas menyatakan bahwa perubahan tidak akan terjadi tanpa upaya dari dalam diri suatu kaum. Oleh karena itu, revitalisasi memerlukan kesadaran internal yang kuat, komitmen terhadap inovasi, dan keterbukaan terhadap transformasi yang tidak menanggalkan prinsip-prinsip Islam.
Revitalisasi lembaga pendidikan Islam merupakan suatu keniscayaan dalam merespons dinamika global yang terus berkembang secara cepat. Lembaga pendidikan Islam memiliki posisi strategis dalam membentuk karakter umat dan menyemai nilai-nilai keislaman yang moderat, inklusif, dan berorientasi pada kemaslahatan. Namun demikian, proses revitalisasi ini tidak dapat dilepaskan dari tantangan struktural seperti keterbatasan pendanaan, kurangnya kualitas sumber daya manusia, serta resistensi terhadap inovasi dalam beberapa lembaga yang masih memegang erat pola-pola tradisional secara eksklusif.
Upaya revitalisasi menuntut pendekatan yang menyeluruh dan sinergis, mulai dari reformasi manajemen kelembagaan, peningkatan kompetensi tenaga pendidik, hingga kolaborasi lintas sektor. Peran pemerintah, masyarakat, serta komunitas global sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem pendidikan Islam yang adaptif terhadap perkembangan zaman, namun tetap kokoh pada nilai-nilai fundamental ajaran Islam. Dengan mempertimbangkan berbagai pendekatan tersebut, revitalisasi tidak sekadar berfokus pada aspek teknis kelembagaan, melainkan juga perlu membangun kesadaran nilai dan semangat tajdid (pembaruan) di kalangan pengelola pendidikan Islam. Sebab, perubahan yang berkelanjutan hanya dapat terjadi jika muncul dari dorongan internal yang kuat, sebagaimana dinyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan mereka sendiri.
Penulis :
Rahmi Nur Azizah, S.Sos.
Muhammad Firdaus, Lc., MA., Ph.D
Dr. H. Yakub, M.A
(Magister Manajemen Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
The post Revitalisasi Lembaga Pendidikan Islam dalam Transisi dari Tradisi ke Transformasi di Era Global appeared first on JurnalPost.