

Jakarta –
Ketua Umum PP Pemuda Katolik Stefanus Gusma menyoroti polemik revisi Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang tengah bergulir di DPR. Dia menyayangkan draf RUU yang beredar di publik memuat pengaturan yang bersifat destruktif.
“Semestinya proses perumusan regulasi ini melibatkan banyak pihak dan adaptif terhadap beragam perspektif, sebab substansi yang kini beredar di publik relatif memuat pengaturan yang destruktif,” kata Gusma dalam keterangannya, Jumat (17/5/2024).’
Gusma juga berpendapat negara tidak boleh terlalu mengatur bahkan melarang genre jurnalisme yang kini berkembang, termasuk jurnalisme investigatif. Dia menyebut banyak produk-produk jurnalisme yang justru berdampak positif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Negara tidak perlu melarang genre jurnalistik apapun, misalnya jurnalisme investigatif yang diperbincangkan orang banyak. Berbagai produk jurnalistik seperti jurnalisme investigasi yang dihadirkan insan pers adalah bukti demokrasi Indonesia semakin maju dan matang. Banyak contoh jurnalistik investigasi berhasil mengubah keadaan menjadi lebih baik,” ujar Gusma.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti poin pada RUU Penyiaran terkait peralihan penanganan permasalahan jurnalisitk, yang sebelumnya ditangani Dewan Pers, diberikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dia menekankan sejauh ini kinerja Dewan Pers sudah sangat optimal dalam mengawasi pers.
ADVERTISEMENT
“Bagaimanapun juga, selama ini pihak yang punya kuasa atas karya jurnalistik di Indonesia adalah Dewan Pers dan kinerja mereka sejauh ini sangat optimal dengan konstruksi kelembagaan dan kewenangan yang ada,” ujar Gusma.
Kemudian, Gusma juga menilai proses politik RUU Penyiaran oleh DPR menggambarkan indikasi jelas terkait upaya parlemen untuk mengekang media. Parlemen sebagai wakil rakyat, kata dia, semestinya tidak mengekang jurnalisme melalui substansi yang ada dalam RUU.
“Jangan lupa, berkat kerja-keras pers, kerja-kerja baik parlemen juga dapat diketahui publik. Skandal yang merugikan anggaran negara pun dapat diketahui publik, sehingga bisa menjadi pembelajaran bersama. Pers adalah bagian dari rakyat, yang berhak menjalankan fungsi check and balance,” tutur dia.
“Konstruksi tata kelola pers Indonesia harus dibangun dalam pola kerja kolaboratif, partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pers sebagai pilar keempat demokrasi harus tetap kuat dan independen, namun bebas dari pengaruh dan kepentingan kelompok tertentu,” lanjutnya.
Panja DPR Sepakat Pelajari Lagi RUU Penyiaran
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan pihaknya tidak mempunyai niatan mengecilkan peran pers terkait kontroversi draf RUU Penyiaran. Meutya mengungkapkan kesepakatan dari rapat internal kemarin mengenai RUU Penyiaran.
“Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers. Hubungan selama ini dengan mitra Komisi I DPR, yaitu Dewan Pers sejak Prof Bagir, Prof Nuh dan Alm Prof Azyumardi adalah hubungan yang sinergis dan saling melengkapi, termasuk dalam lahirnya publisher rights. Komisi I DPR menyadari keberlangsungan media yang sehat adalah penting,” kata Meutya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/5).
Meutya menegaskan draf RUU Penyiaraan masih sangat dinamis. Dia menegaskan penulisan draf belum sempurna dan cenderung multitafsir.
“RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draft tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir,” katanya.
Selain itu, Meutya menyebut draf RUU Penyiaran masih di Badan Legislasi dan belum dibahas bersama pemerintah. Dia menegaskan DPR membuka ruang kepada publik untuk memberikan masukan seluas-luasnya.
“Tahapan draf RUU Penyiaran saat ini masih di Badan Legislasi, yang artinya belum ada pembahasan dengan pemerintah. Komisi I DPR membuka ruang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dari masyarakat tentu setelah menjadi RUU maka RUU akan diumumkan ke publik secara resmi,” ujar Meutya.
Politikus Partai Golkar ini menyebut Komisi I DPR telah menggelar rapat internal kemarin. Hasilnya, Panja Penyiaran DPR menyepakati mempelajari lagi masukan dari masyarakat.
“Rapat internal Komisi I DPR pada tanggal 15 Mei 2024 kemarin telah menyepakati agar Panja Penyiaran Komisi I DPR mempelajari kembali masukan-masukan dari masyarakat. Komisi I DPR telah dan akan terus membuka ruang luas bagi berbagai masukan, mendukung diskusi dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran,” kata Meutya.
(maa/maa)