JurnalPost.com – Masyarakat Kota Yogyakarta diimbau BMKG DIY untuk mewaspadai kemungkinan kondisi cuaca ekstrim yang dapat mengakibatkan banjir, angin kencang, angin kencang dan perubahan cuaca yang signifikan pada siang hari, curah hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang. Fluktuasi suhu di wilayah Yogyakarta yang sangat panas di siang hari dan suhu rata-rata melebihi 31 derajat Celcius dapat digunakan untuk mengamati situasi ini. Adanya pusat tekanan di laut selatan Bali dan Nusa Tenggara yang membentuk pola pembelokan angin di sebagian besar wilayah Jawa termasuk Yogyakarta menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. Perubahan iklim terbesar juga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk akibat migrasi yang sangat tinggi, yang pada gilirannya secara tidak langsung meningkatkan permintaan mobil di antara semua penduduk daerah tersebut. Hal ini menjadi salah satu penyebab naiknya suhu di Yogyakarta yang menyebabkan kemacetan lalu lintas di seluruh kota.
Selain itu, penduduk Yogyakarta secara keseluruhan melebihi 4 juta jiwa, belum termasuk sebagian besar penduduk lokal yang pindah ke sana. Yogyakarta menjadi lebih rentan terhadap bencana alam dan perubahan iklim sebagai akibat dari pengunjung. Selain itu, perubahan iklim Yogyakarta yang semakin mendesak disebabkan oleh padatnya penduduk, kualitas lingkungan yang buruk, dan kepadatan kendaraan bermotor yang tinggi. Banyaknya pembangunan yang tidak terkendali di kota Yogyakarta dan minimnya ruang terbuka hijau di sana harus diantisipasi oleh pemerintah. Karena banyaknya isu yang terjadi, baik pemerintah maupun penduduknya harus mengambil tindakan untuk memerangi dampak perubahan iklim yang lebih dahsyat.
Namun, Indonesia dinilai kurang dalam kebijakan dan tindakan iklim pada tahun 2030, yang menunjukkan bahwa perbaikan substansial diperlukan agar konsisten dengan target 1,5 derajat Celcius. Dan ini melampaui ramalan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahwa kenaikan suhu daratan di kawasan Asia Tenggara selama setahun terakhir berada pada kerentanan 0,4 hingga 1 derajat Celcius dan diperkirakan akan terus meningkat. antara 1,5 dan 2 derajat Celcius selama periode 30 tahun. tahun yang akan datang. Namun, suhu telah terbukti mencapai batas prediksi pada tahun 2023 dengan suhu permukaan meningkat 0,2 hingga 0,3 derajat Celcius per dekade. Dampak terburuk yang akan terjadi adalah terjadinya El Nino/La Nina yang lebih kuat dan lebih sering yang akan memperparah kekeringan atau banjir dan menyebabkan berkurangnya produksi pangan dan meningkatnya kelaparan. Pada tahun 2019, Indonesia diperkirakan telah mengeluarkan 3,4% emisi gas rumah kaca global dari deforestasi, kebakaran gambut, dan bahan bakar fosil.
Untuk memerangi pembangunan lingkungan yang lebih baik, terutama penyebab perubahan iklim, pemerintah Indonesia harus bertindak cepat dan tegas. Tantangan perubahan iklim mendapat perhatian besar dalam upaya adaptasi Indonesia, dan solusi pengelolaan lainnya sedang dikembangkan untuk darat dan laut Program Integrated Coastal Zone Management (ICZM) yang diterapkan di wilayah pesisir dibentuk dengan bantuan pemerintah setempat , khususnya pemerintah DI Yogyakarta yang terkenal dengan pantainya yang luas. Program tanah juga perlu diperbarui mengingat Indonesia banyak mengimpor kendaraan bermotor yang menyumbang polusi udara dan menimbulkan kemacetan di berbagai daerah. Kendaraan ini harus dikurangi secara drastis.
Indonesia dan Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) telah menginisiasi program keanekaragaman hayati untuk perairan pedalaman dan ekosistem laut utama dari program kelautan Indonesia, termasuk program mitigasi iklim juga menjadi agenda, dalam program siklus ke-5 Global Fasilitas Lingkungan (GEF ). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan pengurangan sukarela emisi CO2 sebesar 26% dan 41% pada KTT G20 di Pittsburgh pada bulan September 2007 dengan dukungan internasional pada KTT G20 di Pittsburgh pada bulan September 2007. Di hutan dan lahan gambut Indonesia, emisi karbon akan dikurangi sebesar sekitar 52%. Mangrove dan kelp, juga dikenal sebagai Blue Carbon, adalah dua sumber tambahan pengurangan emisi CO2 Indonesia yang potensial yang dapat digunakan untuk memenuhi target yang dimaksud.
Program yang telah direncakan dan dijalankan oleh pemerintah Indonesia dan organisasi di beberapa bagian seperti G20, PBB, WTO diharapkan dapat membuat perubahan iklim yang lebih baik agar dampak yang akan ditimbulkan di periode yang akan datang dapat dicegah sejak dini serta penanggunalangan krisis ekonomi yang disebabkan oleh perubahan iklim agar diselesaikan dengan baik. Tentunya, setiap masyarakat Indonesia harus lebih peka terhadap bahaya dari perubahan iklim dan terus menjaga lingkungan hingga lebih cerdas lagi dalam penggunaan teknologi agar membuat lingkungan sekitar lebih nyaman.
BIODATA PENULIS
NAMA : Regina Prisma Maharetha
Prodi : Administrasi Publik
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial, Hukum dan Ilmu Politik
Asal : Universitas Negeri Yogyakarta
The post Perubahan Iklim yang Drastis di Yogyakarta dan Begini Aksi pemerintah dalam Antisipasi Perubahan Iklim appeared first on JurnalPost.