Pengawasan Koperasi Oleh OJK, Apakah Tepat?

Sah! – Pengawasan koperasi olh OJK, Beberapa saat lalu Pemerintah telah merencanakan pemberian kewenangan baru bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK tidak lagi hanya akan mengawasi sektor perbankan dan investasi, tetapi juga mengawasi koperasi simpan pinjam dan transaksi kripto.

Pengaturan mengenai kewenangan ini tercantum dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).

Alasan pemberian kewenangan pengawasan koperasi kepada OJK karena adanya kesulitan bagi pemerintah untuk turut serta saat terjadi masalah di koperasi. Penyelesaian harus dilakukan melalui pengadilan PKPU sehingga sulit dilakukan.

Keseteraan dalam koperasi simpan pinjam pun dinilai dapat terwujud dengan adanya pengawasan oleh OJK. Namun beberapa pihak memandang lembaga keuangan yang selama ini diawasi oleh OJK mempunyai perbedaan asas dan prinsip dengan koperasi.

Lembaga seperti perbankan lebih cenderung bersifat kapitalis, sedangkan koperasi lebih mengutamakan prinsip kekeluargaan diantara anggotanya.

Selain perbedaan asas dan prinsip, OJK dinilai memiliki tugas dan wewenang yang cukup banyak, sehingga penambahan wewenangan tersebut justru akan menciptakan pengawasan yang tidak efisien.

Lalu apa saja tugas dan wewenang OJK sehingga dianggap sudah mencukupi kapasitasnya? Apakah koperasi sendiri tidak mempunyai pengawas dalam melaksanakan kegiatan usahanya?

Kewenangan OJK Dalam Lembaga Keuangan

Pengaturan mengenai OJK sendiri tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Dalam Pasal 6 UU OJK sudah disebutkan mengenai lingkup pengaturan dan pengawasan OJK terhadap beberapa sektor jasa keuangan seperti:
a. Perbankan
b. Pasar Modal
c. Perasuransian, Dana Penisuan, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Wewenang lebih lanjut dari OJK terhadap beberapa lembaga keuangan di atas tercantum dalam Pasal 7 – Pasal 9 UU OJK.

Secara umum, demi melaksanakan ketentuan dalam Pasal 6 UU OJK maka OJK diberikan kewenangan dalam bidang administratif seperti memberikan dan/atau mencabut izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Selain itu, OJK juga berwenang memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai produk jasa keuangan sebagai bentuk pencegahan bagi masyarakat sebagai pengguna layanan tersebut.

Kemudian, masyarakat dapat menerima bantuan pembelaan hukum apabila terjadi kerugian yang dideritanya untuk mendapatkan ganti kerugian dari pihak penyebab kerugian.

Bantuan ini dapat diberikan OJK melalui pendampingan hukum saat persidangan berlangsung, apabila pihak yang dirugikan memilih penyelesaian melalui jalur litigasi.

Beberapa kewenangan di atas belum termasuk kewenangan-kewenangan OJK lainnya yang berkaitan secara khusus dengan bidang perbankan.

Kewenangan Pengawasan Dalam Koperasi

Koperasi merupakan suatu badan usaha yang menjunjung tinggi pelaksanaan asas kekeluargaan.

Hal ini berarti koperasi dalam menjalankan kegiatan usahanya dilakukan oleh anggotanya dan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan anggotanya satu sama lain.

Salah satu bentuk implementasi dari asas kekeluargaan terlihat dalam pengawasan koperasi. Pengaturan pengawasan dalam koperasi sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Koperasi).

Menurut ketentuan Pasal 38 UU Koperasi, pengawas koperasi dipilih oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. Segala tugas dari pengawas akan dipertanggung jawabkan kepada Rapat Anggota.

Kemudian, mengenai syarat pemilihan dan pengangkatan pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pengawas Koperasi mempunyai beberapa tugas sebagaimana tercantum dalam Pasal 39 UU Koperasi, yaitu:

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;
b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
Selanjutnya dalam Pasal 40 UU Koperasi mengatur mengenai kewenangan dari pengawas, yaitu:
a. Meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b. Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.

Pengaturan pengawasan koperasi lebih lanjut diatur dengan lebih rinci melalui Permenkop UKM Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi (Permenkop 9/2020).

Di dalamnya lebih menjelaskan mengenai objek dari pengawasan koperasi, pembagian jenis serta tugas pengawasan, tahapan pengawasan koperasi hingga pada jenis sanksi administratif yang dapat diberikan dalam pengawasan.

Dengan membandingkan tugas dan kewenangan OJK dengan pengaturan pengawasan koperasi yang sudah ada, apakah menurut pembaca sekalian tetap diperlukan adanya penambahan kewenangan OJK dalam mengawasi koperasi?

Itulah pembahasan terkait dengan pengawasan koperasi oleh OJK, semoga bermanfaat.

Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa mengakses laman Sah!, yang menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi via pesan instan WhatsApp ke +628562160034.

Sumber:

  • Lestari, Hesti D. 2012. Otoritas Jasa Keuangan: Sistem Baru Dalam Pengaturan dan Pengawasan Sektor Jasa Keuangan. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 September 2012.
  • Kaligis, Wildi Imanuel. 2017. Peran Badan Pengawas Dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Lex Privatum Vol. V No. 10 Desember 2017.
  • Permen Koperasi dan UKM Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi.
  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
  • https://keuangan.kontan.co.id/news/pengurus-koperasi-simpan-pinjam-tegaskan-tak-ingin-diawasi-ojk

The post Pengawasan Koperasi Oleh OJK, Apakah Tepat? appeared first on Sah! Blog.

SOURCE

Recommended
Sah! – SNI (Standar Nasional Indonesia), dalam menjalankan kegiatan bisnis,…