Mayoritas ASN Menolak Pindah ke Ibu Kota Baru? DS: Mau Kerja Nggak? Kalau Nggak ya Mundur

JAKARTA, Berita – Di sosial media muncul anggapan bahwa banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sebenarnya menolak pindah ke Ibu Kota baru (IKN) dengan beragam alasan. 

Untuk itu, diperlukan poling untuk memastikan benar tidaknya. Namun, gagasan seperti itu justru ditentang sejumlah tokoh politik. Bahkan, Denny Siregar juga ikut menentangnya.

“ASN kok suruh bikin polling ? Mau kerja gak ? Gak mau, ya mundur..  Gitu aja kok cepot,” kata Denny Siregar melalui akun Twitternya, Kamis 20 Januari 2022.

Pernyataan Denny disampaikan saat seorang netizen bernama @leo_mengaum mengatakan: “Lu pikir yg lo baca bakal terwujud gitu? Kebanyakan baca stensilan sih. 180 ribu asn bakal pindah ke sono? Coba tanyain satu2 ke mereka, bikin polling mau ga pindah kesana? Cuitan lo sungguh meyesatkan tuan.”

Sementara sebelumnya diberitakan, sedikitnya 180.000 pegawai pemerintah pusat bakal dipindah ke wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia yang baru di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur. 

“Soal Ibu Kota negara baru, pemerintah pusat sudah siap 100 persen,” ujar Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Muliadi, di Penajam, Rabu (15/12/2021) silam seperti dinukil Bisnis.com. 

Baca Juga :

Tahapan pemindahan pegawai tersebut, selain memahami tupoksi pekerjaan, juga dituntut mampu menyatu dengan kehidupan di Kalimantan Timur. 

Para pegawai dan warga pindahan dari luar daerah Kalimantan Timur, harus bisa berbaur dengan masyarakat setempat agar tidak terjadi gesekan. 

Pemahaman lainnya, yakni menyangkut wawasan kebangsaan, menurut dia, perlu juga memahami konteks wilayah kedaerahan dan kearifan lokal Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartenegara. 

“Begitu juga warga lokal perlu diberikan pemahaman bahwa saat ini bukan merupakan daerah lagi, tetapi wilayah ibu kota negara Indonesia,” ujarnya lagi. 

“Kedua pemahaman itu harus disambungkan antara pendatang dan masyarakat lokal, jadi perlu perhatian dan cara khusus untuk menyatukan itu,” ujarnya. 

Bisa juga melibatkan seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP untuk menanamkan konteks wawasan kebangsaan, karena permasalahan tersebut tidak bisa dianggap sederhana. 

Wawasan kebangsaan tersebut harus benar-benar ditanamkan, karena kepentingan negara, menurut Muliadi, bukan kepentingan daerah atau segelintir orang. 

Dia berharap menanamkan wawasan kebangsaan menjadi pertimbangan agar Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara segera disahkan tanpa ada kekurangan.

Baca Juga :

netralnews

Recommended
Berita--Mahkamah Agung (MA) membenarkan terkait satu hakim di Pengadilan Negeri…