Konvergensi Fixed & Mobile Broadband di Indonesia, Sebuah Keniscayaan, Industri Sudah Siap?

Tekno – Terus mengembangkan 5G, bisa dikatakan menjadi tantangan, sekaligus salah satu jurus “sexy”, pelaku bisnis di dunia teknologi, baik itu vendor maupun operator, demi memanjakan konsumen.

Berbicara tantangan di industri teknologi, khususnya di ranah operator, salah satu yang saat ini mencuat kepermukaan, yakni terkait konvergensi antara jaringan seluler dengan data kabel bernama Fixed Mobile Convergence (FMC).

Sesuai namanya, FMC adalah teknologi yang menggabungkan jaringan seluler dan data dalam satu pembayaran. Teknologi ini memberikan kemudahan bagi pelanggan dalam hal pelayanan serta pembayaran layanan.

Sejatinya isu di atas sudah ada sejak beberapa tahun ke belakang. Hanya saja isu seputar konvergensi, seakan tertutup dengan dinamika industri telekomunikasi yang begitu dinamis.

Pertanyaannya, mengapa saat ini wacana seputar FMC kembali menyeruak kepermukaan?

Praktisi digital Guntur Siboro, menuturkan jika wacana penggabungan layanan fixed broadband dengan selular, sudah ada sejak sekitar awal 2000an. Hanya saja memang tidak mudah untuk mewujudkannya.

“Konvergensi jaringan membutuhkan biaya dan investasi yang tinggi. Pasalnya perusahaan harus membangun ulang berbagai aspek bisnis terkait layanan tersebut.”

“FMC ini memang bisa memberikan semua peluang, tetapi di satu sisi membutuhkan biaya dan investasi yang tinggi,” ujar Guntur, dalam diskusi IndoTelko Forum bertajuk “Entering Telecomunication Convergence Era How To Respond?

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi menambahkan, bahwa model bisnis menjadi tantangan bagi para operator saat akan mengembangkan layanan konvergensi.

“Model bisnis yang berbeda, juga menjadi salah tantangan yang harus dihadapi oleh operator apabila mereka ingin konvergensi,” ujar Heru menjelaskan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Research Institute dan Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah mengatakan, jika konvergensi layanan telko tidak dapat ditolak.

Sebab dengan telko melakukan konvergensi fixed dan mobile di usaha atau bisnisnya dulu, akan membuka peluang konvergensi di bidang lainnya. Hanya saja prosesnya jangan dilakukan sekaligus.

“Seandai layanan fixed dan mobil mau disatukan, proses konvergensi tersebut harus dilakukan secara bertahap karena jika dilakukan sekaligus, biayanya besar,” bebernya.

Lebih jauh, Piter yakin jika proses penyatuan berjalan baik, nantinya layanan FMC yang dihasilkan tidak akan membenani konsumen, terutama dari sisi harga.

“Yang namanya bisnis akan utamakan customer, kalau enggak harga yang murah ya layanan yang bagus,” kata Piter dalam diskusi tersebut.

Masih dalam diskusi yang sama, Danareksa Niko Margaronis, Analis BRI mengatakan, untuk pemain seperti TelkomGrup di sisi konsumer mobile sama fixed mau tidak mau harus digabung. “Karena kalau tidak dilakukan Telkom, ya operator lain akan lakukan,” kata Niko.

Menurut dia, operator telko ke depannya harus menjalankan layanan 5G dan FMC secara bersama-sama, bukan memilih salah satu di antara keduanya. “Layanan fixed sendiri lebih menghasilkan revenue dibanding 5G,” tegasnya.

Besarnya sisi positif FMC, juga diungkap Doni Ismanto Darwin, Founder IndoTelko Forum, menurutnya, kedatangan konvergensi layanan fixed dan mobile di Indonesia tak bisa ditolak karena teknologi sudah mendukung dan ada kebutuhan di sisi pengguna.

“FMC sudah menjadi topik sejak dua dekade lalu secara teknologi, hal ini karena pelaku usaha sadar kebutuhan pasar pasti mengarah ke konvergensi seiring digitalisasi kian kencang,” kata Doni

“Kalau di pasar global, 23 dari 25 pemain sudah memiliki kapabiltas Fixed dan Mobile di dalam entitas yang dikuasai 100%. Gejala sama terjadi di Indonesia, lihat saja XL Axiata yang mengakuisisi LinkNet atau MyRepublic, Smartfren, dan Moratelindo yang sahamnya dikuasai Grup Sinar Mas. Jika kontrol dalam satu entitas akan memudahkan untuk menggelar FMC. Saya yakin FMC akan menjadi produk yang layak dijual ke pasar oleh operator untuk beberapa tahun mendatang,” paparnya.

Menurut Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin kedatangan konvergensi layanan fixed dan mobile di Indonesia tak bisa ditolak karena teknologi sudah mendukung dan ada kebutuhan di sisi pengguna.

“Fixed-Mobile Convergence (FMC) sudah menjadi topik sejak dua dekade lalu secara teknologi, hal ini karena pelaku usaha sadar kebutuhan pasar pasti mengarah ke konvergensi seiring digitalisasi kian kencang,” kata Doni, dalam acara diskusi IndoTelko Forum bertajuk “Entering Telecommunication Convergence Era, How to Respond?” di Jakarta, Kamis (23/02/2023).

Dikatakan Doni, sekarang tuntutan pengguna adalah tak ingin komunikasi terputus tanpa melihat layanan akses yang digunakan.

“Misalnya, ada segmen pelanggan yang ingin tetap terkoneksi dari awalnya memanfaatkan telepon rumah, berpindah keluar tetap bisa komunikasi tanpa harus ganti perangkat. FMC bisa menjawab kebutuhan ini,” ujarnya.

Doni menambahkan, dari sisi teknologi operator terlihat serius menggarap FMC dengan menggeber 5G dan fiberisasi jaringan. Belum lagi sejumlah aksi korporasi dilakukan yang mengarah pada konsolidasi layanan.

“Kalau di pasar global, 23 dari 25 pemain sudah memiliki kapabiltas Fixed dan Mobile di dalam entitas yang dikuasai 100%. Gejala sama terjadi di Indonesia, lihat saja XL Axiata yang mengakuisisi LinkNet atau MyRepublic, Smartfren, dan Moratelindo yang sahamnya dikuasai Grup Sinar Mas. Jika kontrol dalam satu entitas akan memudahkan untuk menggelar FMC. Saya yakin FMC akan menjadi produk yang layak dijual ke pasar oleh operator untuk beberapa tahun mendatang,” tukasnya.

gadgetsquad

Recommended
Mobil – PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI)…