
Koordinator
Presidium
Majelis
Daerah
Korps
Alumni
Himpunan
Mahasiswa
Islam
(KAHMI)
Kabupaten
Kuningan,
Dr.
Fahrus
Zaman
Fadhly,
M.Pd.
KUNINGAN,
Berita–
Koordinator
Presidium
Majelis
Daerah
Korps
Alumni
Himpunan
Mahasiswa
Islam
(KAHMI)
Kabupaten
Kuningan,
Dr.
Fahrus
Zaman
Fadhly,
M.Pd.,
mengecam
kebijakan
terbaru
Badan
Pembinaan
Ideologi
Pancasila
(BPIP)
terkait
pelepasan
hijab
bagi
anggota
Pasukan
Pengibar
Bendera
Pusaka
(Paskibraka)
2024.
Menurut
Fahrus,
kebijakan
ini
tidak
hanya
melanggar
Hak
Asasi
Manusia,
khususnya
kebebasan
beragama,
tetapi
juga
merupakan
bentuk
pelecehan
terhadap
ajaran
Islam.
Fahrus
menegaskan
bahwa
kebijakan
ini
bertentangan
dengan
prinsip
kebebasan
beragama
yang
dijamin
oleh
UUD
1945.
“Memaksa
anggota
Paskibraka
untuk
melepas
hijab
adalah
tindakan
yang
melanggar
hak
individu
dan
merusak
prinsip
kebebasan
beragama
yang
seharusnya
dijunjung
tinggi
oleh
negara,”
ujar
Fahrus
kepada
Terkini.com
(14/08/2024).
KAHMI
menilai
kebijakan
ini
menunjukkan
kurangnya
sensitivitas
Yudian
Wahyudi,
Kepala
BPIP,
terhadap
keberagaman
budaya
dan
agama
di
Indonesia.
Sebagai
lembaga
yang
bertugas
membina
ideologi
Pancasila,
BPIP
seharusnya
merawat
keberagaman,
bukan
memicu
polemik
yang
dapat
menimbulkan
keresahan
di
masyarakat.
Kritik
ini
bukan
kali
pertama
ditujukan
kepada
Yudian
Wahyudi.
Sebelumnya,
ia
pernah
membuat
pernyataan
kontroversial
dengan
menyebut
bahwa
agama
adalah
musuh
Pancasila,
sebuah
pernyataan
yang
dinilai
berbahaya
dan
tidak
sesuai
dengan
tugas
BPIP.
“Pernyataan
ini
mencerminkan
pandangan
yang
sejalan
dengan
ideologi
ateis
dan
komunis,
yang
jelas
bertentangan
dengan
Pancasila,”
tegas
Dr.
Fahrus.
KAHMI
mendesak
Presiden
Jokowi
untuk
segera
mencopot
Yudian
Wahyudi
dari
jabatannya.
Menurut
mereka,
jika
Yudian
tetap
dibiarkan
memimpin
BPIP,
keresahan
di
kalangan
umat
beragama
akan
terus
meningkat,
khususnya
umat
Islam
yang
merasa
hak-haknya
terabaikan.
“Kepemimpinan
yang
tidak
peka
seperti
ini
harus
dihentikan.
Presiden
Jokowi
harus
segera
mencopot
Yudian
Wahyudi
demi
memulihkan
kepercayaan
publik
dan
menjaga
keharmonisan
dalam
kehidupan
beragama
di
Indonesia,”
tambah
Dr.
Fahrus.
KAHMI
juga
menegaskan
pentingnya
penegakan
kebebasan
beragama
sebagai
pilar
dalam
menjaga
persatuan
bangsa.
Mereka
mendesak
Presiden
untuk
bertindak
tegas
dan
menunjuk
pemimpin
BPIP
yang
benar-benar
memahami
dan
menghormati
nilai-nilai
keberagaman
yang
menjadi
ciri
khas
bangsa
Indonesia.
“Kami
mendesak
Presiden
untuk
segera
bertindak,
karena
sikap
diam
hanya
akan
memperburuk
situasi
dan
merusak
reputasi
pemerintah
dalam
melindungi
hak
asasi
dan
kebebasan
beragama,”
tutup
Dr.
Fahrus.