Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Ironis! Beras Mahal di Bumi Agraria, Petani Tak Juga Sejahtera
JurnalPost.com – Harga beras terus meroket belakangan ini, bahkan diramal bakal terus melonjak beberapa waktu ke depan. Bank dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20% lebih mahal daripada harga beras di pasar global. Bahkan saat ini harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN (kompas.com)
Kondisi ini merupakan suatu hal yang sangat tragis melihat sebutan negeri ini sebagai negeri zamrud khatulistiwa. Pepatah jawa menyatakan gemah ripah loh jinawi. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Itulah negeri permai bernama indonesia. Sebuah negeri harta karun dari asia tenggara. Namun, sayang seribu sayang rakyat ini, terkhusus para petaninya belum bisa merasakan nikmatnya harta karun di negeri sendiri meskipun sudah di zaman yang dipenuhi oleh kecanggihan teknologi modern.
Ini menggambarkan bahwa permasalahan yang ada di negeri ini terjadi karena permasalahan yang sistematis. Yaitu yang terlahir dari sistem kapitalis demokrasi sekuler yang telah dipaksakan diterapkan dalam kehidupan ini. Sistem ini menjadikan penguasa hanya sebagai regulator dan fasilitator belaka bukan sebagai pengurus atas urusan rakyatnya.
Begitu pula demokrasi dengan konsep kebebasan kepemilikan, menjadikan berbagai sektor strategis bisa dikuasai oleh para pemilik modal. Seperti halnya sektor pangan disini. Maka darinya segala kebutuhan rakyat bisa dikuasai dan dipermainkan oleh para pemilik modal (kapital) untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Maka wajarlah jika harga pupuk, obat hama dan segala kebutuhan pertanian akan semakin mahal. Selain itu rakyat, dipaksa untuk mengurusi urusannya secara mandiri, baik dari permodelan, ilmu-ilmu pengembangan pertanian sampai pada pendistribusian hasil panennya.
Hal ini bisa dilihat bagaimana banyak dari para petani yang tergantung dengan para cukong. Sebab para cukonglah yang akan memberikan modal dengan syarat yang mudah tanpa harus ribet sebagaimana peminjaman di bank meskipun dengan bunga yang sangat tinggi. Hanya saja petani harus menjual hasil pertaniannya kepada para cukong yang harganya ditentukan oleh para cukong sendiri. Dalam arti tidak ada tawar-menawar di dalamnya.
Dari sini maka para petani hanya pasrah dengan harga yang ditentukan oleh para cukong sebab mereka sudah terikat permodalan. Di sisi lain memang nampak memudahkan para petani untuk menjual hasil pertaniannya tanpa harus bersusah payah untuk menjual ke pasar ataupun ke konsumen. Karena memang tidak ada pihak lain yang bisa membantu dalam pendistribusian nya. Namun akan lain ceritanya lagi jika terjadi gagal panen atau harga jual yang tiba-tiba anjlok sudah tentu petani tidak memperoleh untung namun tetap harus membayar utang modal dan bunganya disetiap bulannya.
Demikian pula para konsumen atau rakyat khususnya yang juga berteriak atas mahalnya harga beras. Sebab penghasilan mereka tidak ada peningkatan namun kebutuhan pokok terus menghimpitnya. Ini disebabkan lagi-lagi karena penguasa yang lepas tangan, seperti mekanisme pendistribusian dan pemasaran yang rumit. Sebab beras dari petani bisa sampai konsumen harus melewati 5 sampai 6 perantara, seperti penadah, penggiling, pedagang grosir, pasar induk dan pengecer baru kemudian sampai ke konsumen. Yang tentunya setiap perantara harus ada tambahan biaya.
Inilah kesengsaraan hidup rakyat dan juga para petani akibat mindset kapitalisme sekuler yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan hidup. Sedangkan halal- haram dan keadilan tidak ada di dalamnya. Penguasa yang lepas tangan hanya menampakkan eksploitasi petani oleh para pemilik modal.
Solusi Sistematis
Permasalahan yang lahir dari sebuah sistem rusak maka solusi yang seharusnya ialah mengambil sistem yang shohih. Bukan solusi teknis belaka, seperti impor beras dan bansos. Sebab, hal ini hanya akan menambah kesengsaraan bagi para petani belaka.
Islam dengan sistem kehidupan yang lahir dari Sang Pencipta alam menjadikan penguasa sebagai ra’in, yaitu pengurus dan penjamin kesejahteraan rakyat dan petani. Selain itu negara harus berkuasa penuh atas pengelolaan komoditas strategis, seperti kebutuhan pokok beras.
Politik Islam menjadikan negara wajib memenuhi kebutuhan pokok individu per individu, dengan pengelolaan pangan secara mandiri. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Sehingga negara akan mengelola kebutuhan pokok secara mandiri, yang akan menjadikan harga kebutuhan pokok bisa terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Islam dalam hal ini akan sangat memperhatikan terkait masalah pertanahan dan ketersediaan infrastruktur. Dalam sistem ekonomi Islam, tanah tidak dibiarkan menganggur. Sehingga jika ada tanah yang mati kemudian dihidupkan oleh seseorang maka ia menjadi miliknya.
Di sisi lain jika ada seseorang yang memiliki tanah yang tidak diurus selama 3 tahun berturut-turut maka tanah itu bisa dimiliki oleh pihak lain yang mampu menggarapnya. Sehingga dengan demikian akan terjadi ekstensifikasi lahan pertanian yang akan memudahkan seseorang untuk mendapatkan lahan pertanian. Hal ini juga akan meningkatkan produksi pangan, seperti dalam halnya beras.
Adapun upaya untuk meningkatkan hasil produksi beras lainya ialah melalui intensifikasi. Negara menyerahkan kepada masyarakat untuk mengadopsi teknologi dari manapun. Yang mampu memberikan hasil produksi yang lebih baik dari sebelumnya. Negara juga akan melakukan peningkatan keahlian para petani agar semakin ahli dalam pertaniannya. Lebih dari itu negara akan mengembangkan bibit unggul untuk para petani, penyediaan pupuk serta pembangunan sistem pengairan yang sesuai kebutuhan pertanian, terkhusus di musim kemarau.
Selanjutnya negara akan membangun infrastruktur yang mendukung pertanian seperti menyediakan jalan, transportasi, serta pasar yang sehat dan layak. Hal ini secara otomatis akan memudahkan para petani untuk mendistribusikan hasil pertaniannya kepada ada para konsumen. Negara tidak akan menyerahkan seluruh pengurusan pertanian kepada swasta. Sehingga, dengan ini akan mampu mewujudkan ketahanan pangan serta kesejahteraan para petani dan seluruh rakyatnya. Wallahu’alam.
Oleh: Anindya Vierdiana
The post Ironis! Beras Mahal di Bumi Agraria, Petani Tak Juga Sejahtera appeared first on JurnalPost.