
Jakarta, Berita – Seorang warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua, E. Ramos Petage mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ramos yang beragama Katolik mengaku gagal menikah karena perbedaan agama dengan pasangannya yang beragama muslim akibat pemberlakuan aturan dalam UU Perkawinan.
“Pemohon adalah warga negara perseorangan yang memeluk agama Katolik yang hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang memeluk agama Islam. Akan tetapi setelah menjalin hubungan selama 3 tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda,” bunyi permohonan Ramos Petage dalam permohonan yang dilansir dari situs MK yang dikutip Berita, Senin (7/2/2022).
Dalam permohonannya, Ramos mengatakan UU Perkawinan memberikan ruang seluas-luasnya bagi hukum agama dan
kepercayaan yang beragam jumlahnya dalam menafsirkan sahnya suatu perkawinan. Namun, kata dia, UU Perkawinan tidak memberikan pengaturan apabila perkawinan tersebut dilaksanakan oleh mereka yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda.
“Ketidakpastian tersebut secara aktual telah melanggar hak-hak konstitusional yang dimiliki pemohon (Ramos) sehingga tidak dapat melangsungkan perkawinannya karena adanya intervensi oleh golongan yang diakomodir negara. Hal ini tentunya menyebabkan pemohon kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaannya karena apabila hendak melakukan perkawinan adanya paksaan salah satunya untuk menundukkan keyakinan, serta juga kemerdekaan untuk dapat melanjutkan keturunan melalui keluarga yang didasarkan pada kehendak bebas,” jelas Ramos.
Ramos mengaku MK sudah memutuskan sebanyak sembilan kali uji materi UU Perkawinan dan satu perkara diantaranya sama dengan uji materi yang dilakukan Ramos, yakni perkara Nomor 68/PUU-XII/2014. Materi yang diuji adalah Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dan saat itu, MK menolak uji materi tersebut.
Namun, Ramos menilai permohonannya kali ini berbeda dan bukan nebis in idem.
“Karena tentunya terdapat perbedaan dalam hak konstitusionalitas yang menjadi alasan diajukannya permohonan,” ujar Ramos.
hal 1 dari 2 halaman
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com