Eva Noor : Dibutuhkan Ekosistem Kondusif Untuk Lahirkan Banyak Start-up

Jakarta, ItWorks- Seiring dengan bergulirnya era baru bernama era digital, pemerintah terus berupaya mendorong lebih banyak lahirnya para entrepreneur baru atau start up yang digadang-gadang bisa menjadi the next engine of growth bagi ekonomi Indonesia di masa depan. Terlebih dalam upaya menggarap peluang besar dari digital economy (ekonomi digital) ini.

Pertanyaannya adalah bagaimana mencetak pebinis pemula atau start up yang jeli dalam menggarap peluang bisnis dan punya kemampuan berkompetisi di era persaingan bisnis yang juga kian kompetitif dewasa ini. Apalagi memulai bisnis atau menjadi pengusaha, tidaklah mudah. Butuh kesiapan mental yang sangat kuat. Bila jatuh, harus bisa bangun lagi. Jatuh lagi, bangun lagi. Bahkan, mirip “bola bekel”, seorang pelaku bisnis harus berusaha menjadikan jatuhnya itu pengalaman bati dirinya, tidak sekedar bangun tetapi bisa membuat dirinya bisa memantul naiklebih tinggi lagi.

Hal lain yang tak kalah penting adalah dukungan ekosistem bagi pelaku usaha yang kondusif. Di negara berkembang seperti Indonesia, entrepreneur ataupun pebisnis rintisan , masih menghadapi banyak tantangan dalam mengakselerasi bisnis. Termasuk tantangan iklim wirausaha, minimnya role model, kepercayaan investor, keterbatasan akses permodalan, dan akses terhadap network. Bagaimana menciptakan iklim usaha dan ekosistem pendukung yang kondusif, ini sangat penting untuk mendorong tumbuhnya pebisnis pemula (start up).

Setidaknya, itulah pandangan dan harapan Eva Noor, CEO PT Xynexis International yang memulai usaha dari kecil hingga bisa terus berkembang dan kini bertaraf internasional. Pandangan dan harapan Eva ditujukan kepada para pelaku bisnis di tanah air agar sebelum terjun di bisnis, punya kesiapan metal matang. Termasuk kemungkinan jatuh bangun dalam merintis isaha. “Ini bukan soal menjadi sukses dan kaya raya. Tapi, ini bagaimana seseorang mau dan bisa untuk bergerak mengubah nasib atau kehidupannya. Nasib bergantung dari apa yang kita lakukan. Sekecil apapun itu,” ujar Eva Noor, penulis buku Pelaku Bukan Pemimpi lewat percakapan telepon (15/2/2022).

Meski demikian diakui, pada umumnya, wirausaha di Indonesia selalu punya akal dalam mencari solusi ketika menghadapi masalah. “Pebisnis Indonesia rata -rata punya bounce back saat kondisi bisnis tidak baik. Saat pertumbuhan ekonomi drop, biasanya pebisnis Indonesia mampu mencari jalan keluar dan banyak akalnya,” papar Eva.

Menurutnya, dalam melakukan usaha harus fokus pada sisi positif agar bisa mantul kembali bila kondisi sedang drop karena berbagai faktor. Termasuk faktor eksternal seperti akibat lesunya pasar, daya beli sedang rendah, dan lainnya. “Disitulah posisi pebisnis dituntut bisa melakukan apa yang mereka bisa lakukan, agar ia bisa memantul kembali minimal pada posisi yang lebih baik, walau tidak mudah balik keposisi awal,” ujar Eva melihat habit perilaku para pebisnis bisa survive dan thrive.

Eva menegaskan, setiap pelaku bisnis pastinya menginginkan roda bisnisnya berputar tanpa hambatan, baik dari lingkungan eksternal maupun internal. Akan tetapi, roda kehidupan usaha juga selalu berjalan dinamis. Selalu ada dinamika dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Dan, dinamika yang terjadi seringkali di luar kontrol pebisnis. Misalkan saja dinamika sosial dengan kejadian pandemi. Pelaku usaha tidak bisa mengontrol untuk pandemi tidak terjadi. Begitu juga dinamika politik, seringkali terjadi. Misal, peraturan perundang-undangan yang berubah. Ini pun di luar kontrol pelaku usaha.

Fokus Kemampuan

Menurut Eva, pebisnis atau pelaku usaha sebaiknya memusatkan perhatiannya atau fokus kepada hal-hal yang bisa dia kontrol. Misalnya, mutu dan kualitas produk. “Ini bisa kita kontrol. Jadi, jangan fokus ke hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, Jangan menghabiskan energi di situ,” imbuhnya mengingatkan.

Itu pula sebabnya, penulis buku “Pelaku Bukan Pemimpi” ini mengatakan, setiap pelaku usaha membutuhkan dukungan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Tanpa dukungan dari pemerintah, tentunya pengusaha juga akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam menjalankan usahanya. “Seperti yang saya katakan, hanya pemerintah yang bisa dan mampu untuk melakukan kontrol terhadap stabilitas sosial politik, kebijakan yang stabil, dan lainnya,” kata Eva.

Indonesia dari sisi keamanan masih terbilang stabil dan cukup kondusif, walau ada letupan kecil di tengah dinamika berpolitik saat ini. Dalam hal ini ia berharap Pemerintah konsisten melakukan sebuah kebijakan. Suport bukan bicara pembiayaan, namun dukungan pada membangun akses pasar, sosialisasi, edukasi serta sarana penunjang seperti pelatihan dan informasi agar para pengusaha ataupun mereka yang ingin menjadi pengusaha termotivasi. “Pemerintah harus membangun environment, agar para wirausaha bisa lebih berinovasi dalam menjalankan atau mendirikan usahanya,”ujar Eva berharap tersedia banyak panggung untuk wirausaha bisa berinovasi dan berkarya.

Sebagai anggota KADIN dan juga komite bilateral untuk Eropa II, Eva Noor mengemukakan, pihaknya kerap mendorong untuk membawa investor dari luar sebanyak-banyaknya. Namun, seringkali pihak investor bertanya tentang kejelasan peraturan, stabilitas politik, dan sebagainya. Karena itu, dia berharap, pemerintah terus bekerja mempertahankan situasi dan kondisi sosial politik yang saat ini dinilai masih sangat stabil. “KADIN sekarang ini sedang mendorongdan membantu banyak UKKM untuk ekspor. Dan, animo pihak luar sangat bagus. Positif sekali,” ungkapnya seraya berharap untuk tidak terjadi goncangan sosial politik di tanah air. “Orang luar atau para investor, sangat melihat ini. Juga, peraturan jangan berubah-ubah. Ini tidak baik,” jelasnya.

Untuk diketahui, Komite Bilateral untuk Eropa II, sekarang ini tengah menjembatani pelaku UKM di tanah air untuk melakukan ekspor produknya keluar negeri. Berbagai institusi pemerintah seperti Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, Kemenkraf, dan Kemenlu, sangat mensupport hal tersebut. Kordinasi dan program-program mulai terstruktur.

Eva optimis dan percaya bahwa pelaku usaha di tanah air adalah orang-orang yang memiliki karakter dan banyak kelebihannya. Selalu punya akal dan bisa mencari solusi dari setiap hambatan yang dialami. Lihat saja ketika krisis melanda di waktu lalu. Berapa lama? Tidak terlalu lama. Mereka bangkit dengan cepat.

Meski demikian, Eva juga tak menepis kekurangan pelaku usaha maupun upaya pemerintah yang dirasakan masih jauh dari harapan. Misalnya, di dalam dunia bisnis start-up. Di luar negeri, pelaku usaha start-up dilihatnya sangat didukung pemerintah. Tidak hanya pembiayaan, tetapi juga akses pasar hingga edukasi ke para pelaku sehingga banyak tumbuh inovasi-inovasi dalam usaha. “Di Indonesia, saya melihat inovasi ini masih kurang,” imbuh CEO PT. Xynesis International ini.

Menanggapi quote yang menyatakan bila kita lahir dari kondisi miskin akan tetap miskin menurut Eva itu tidaklah tepat. Seseorang tidak pernah bisa memilih lahir dari keluarga mana dan punya status seperti apa ? “Merubah nasib itu tergantung pada usaha diri sendiri. Jangan hanya bermimpi saja dalam harapan dan angan angan,namun perubahan bisa direalisasikan bila mindset dan motivasi jelas dilakukan dengan usaha-usaha berinovasi yang baik dan terukur. “Lebih baik jadi satu orang pemikir yang memiliki inovasi dan berkontribusi nyata, ketimbang seribu pemimpi,” tegas Eva. (AC)

itworks

Recommended
Apakah kalian pernah iseng mencoba mencari alamat website menggunakan emoji?…