Edible Insect: Potensinya Sebagai Sumber Protein Alternatif Sembari Mengurangi Masalah Gas Rumah Kaca

Berita ini telah tayang pertama kali di JurnalPost dengan judul Edible Insect: Potensinya Sebagai Sumber Protein Alternatif Sembari Mengurangi Masalah Gas Rumah Kaca

Edible Insect: Potensinya Sebagai Sumber Protein Alternatif Sembari Mengurangi Masalah Gas Rumah Kaca

JurnalPost.com – Populasi dunia saat ini diperkirakan akan terus bertambah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Berdasarkan world bank, total populasi dunia meningkat dari 7,89 miliar pada tahun 2021 menjadi 8,02 miliar pada tahun 2023. Peningkatan jumlah penduduk ini tentunya dapat mempengaruhi ketersediaan pangan yang ada. Di Indonesia, jumlah penduduk pertengahan tahun berdasarkan badan pusat statistik adalah 275,77 juta pada tahun 2022 dan meningkat menjadi 281,60 juta pada tahun 2024. Berdasarkan “The State of Food Security and Nutrition in the World 2023” antara 691 hingga 783 juta orang menghadapi kelaparan pada tahun 2022 yang mana jumlah ini lebih besar 122 juta orang jika dibandingkan dengan tahun 2019 Salah satu asupan nutrisi yang penting dan mengalami peningkatan kebutuhan adalah protein. Peningkatan kebutuhan protein ini menyebabkan kebutuhan akan hewan ternak terus meningkat. Peningkatan hewan ternak menyebabkan peningkatan gas rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global.  Sektor peternakan merupakan penyumbang gas rumah kaca terbesar dibandingkan dengan sektor lain. Salah satu solusi untuk menangani permasalahan yang ada adalah dengan mengembangkan sumber protein alternatif. Solusi untuk menangani permasalahan yang ada adalah dengan mengembangkan sumber protein alternatif. Salah satu sumber protein alternatif yang potensial adalah serangga terkhususnya serangga yang dapat dimakan atau edible insect.

Potensi edible insect
Serangga yang dapat dimakan atau dapat disebut sebagai edible insect merupakan salah satu sumber protein alternatif yang memiliki potensi besar. Edible insect juga memiliki emisi gas rumah kaca yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sektor peternakan. Serangga yang cukup umum ditemui dan dikonsumsi oleh beberapa masyarakat Indonesia antara lain adalah belalang, jangkrik, dan juga larva. Belalang dan jangkrik memiliki protein sebesar 20-56% sedangkan larva memiliki protein sebesar 26–45%.

Kandungan protein dari edible insect sangat potensial untuk dijadikan konsumsi masyarakat umum dalam memenuhi kebutuhan protein. Edible insect dapat dikonsumsi secara langsung dengan cara dimasak maupun diolah menjadi tepung/bubuk serta ekstrak protein edible insect. Tepung/bubuk edible insect dapat dicampurkan pada pangan olahan untuk meningkatkan kandungan proteinnya. Beberapa contoh produk yang telah diteliti adalah sosis, kukis, dan roti. Penambahan tepung belalang ke dalam sosis dapat berperan sebagai substitusi agen pengikat dan juga menambah kandungan protein yang mana penambahan tepung belalang hingga 10% dapat berperan sebagai agen pengikat dalam sosis. Kemudian, Roti yang diperkaya edible insect memiliki kandung protein yang meningkat, akan tetapi perlu diingat bahwa penambahan edible insect lebih dari 10% dapat menyebabkan produk sulit diterima secara sensori.

Selain ketiga produk tersebut masih ada beberapa produk edible insect lain yang telah dikomersialkan di luar negeri di antaranya protein bar, bir, patty burger, crackers, mie atau pasta, dan masih banyak lagi. Produk pangan olahan dengan tambahan tepung edible insect belum ditemui di Indonesia sehingga hal ini dapat menjadi peluang bagi para ilmuwan dan produsen pangan olahan untuk mengembangkan produk tersebut. Contoh produk pangan olahan yang dapat dikembangkan dan belum diteliti adalah produk nugget ayam dan juga kornet dengan penambahan protein edible insect. Tepung edible insect dapat mensubstitusi agen pengikat (contohnya tepung dan pati) dalam nugget dan kornet sehingga nantinya tanpa meningkatkan jumlah daging hewan ternak yang digunakan, kandungan protein produk akan lebih tinggi dibanding nugget dan kornet biasa.

Tantangan dalam mengaplikasikan edible insect
Penambahan edible insect  pada produk pangan olahan memiliki beberapa tantangan seperti masalah regulasi, kurangnya informasi terkait metode pengolahan, dugaan masalah kesehatan, dan penerimaan konsumen. Regulasi terkait konsentrasi penggunaan serangga, jenis serangga yang boleh dikonsumsi, dan regulasi terkait hal lainnya masih sedikit dikembangkan dan tidak semua negara sudah membuat regulasi ini. Kemudian, informasi metode pengolahan yang masih sedikit membuat terhambatnya komersialisasi dan perkembangan pangan mengandung edible insect. Selain itu, adanya dugaan masalah kesehatan terutama masalah alergen, kontaminasi kimia, dan kontaminasi mikroba. Serangga umumnya memiliki alergen berupa tropomyosin dan arginine kinase  yang akan lebih mudah menyebabkan alergi pada seseorang yang memiliki alergi krustasea (contohnya alergi udang). Penambahan edible insect juga dapat menyebabkan menurunnya karakteristik sensori (tekstur, rasa, aroma, dll) dari produk pangan olahan serta memberi rasa “jijik” pada konsumen.

Tantangan ini dapat diatasi dengan melakukan penelitian yang komprehensif dan bertahap. Penelitian meliputi optimasi produksi perlu dilakukan terutama dalam produksi tepung atau ekstrak protein edible insect; penelitian terkait alergen lain yang ada pada serangga serta meneliti kontaminasi mikrobiologi dan kimia yang mungkin ada di serangga; optimasi formula penambahan edible insect pada produk pangan olahan agar didapatkan karakteristik fisikokimia dan sensori yang baik. Jika penelitian ini terus dilakukan maka regulasi terkait penggunaan edible insect juga akan berkembang yang nantinya penerimaan dan pandangan konsumen terhadap konsumsi serangga akan meningkat juga.

Kesimpulan
Edible insect berpotensi sebagai sumber protein alternatif untuk mengatasi masalah kurangnya asupan protein serta mengurangi masalah gas rumah kaca yang dihasilkan dari hewan ternak. Sebagai ilmuwan, edible insect memiliki potensi penelitian lebih lanjut dalam beberapa aspek seperti optimasi produksi, optimasi formula, penelitian alergen lebih lanjut, serta penelitian terkait kontaminasi mikroba dan kimia. Kemudian sebagai produsen, pengembangan produk pangan olahan daging dengan penambahan edible insect dapat dilakukan terutama di Indonesia karena masih belum adanya pangan olahan edible insect komersial di Indonesia.

Profil Penulis
Nama: Hanif Ghufran Al Farisi Putra
Organisasi: Mahasiswa Magister Ilmu Pangan, IPB University

The post Edible Insect: Potensinya Sebagai Sumber Protein Alternatif Sembari Mengurangi Masalah Gas Rumah Kaca appeared first on JurnalPost.

SOURCE

Recommended
AESENNEWS.COM, PANDEGLANG - Dalam rangka gelar Pilgub dan Pilgub Bawaslu…