
Jakarta, Berita – Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan lembaga yang dipimpinnya siap menjadi palang pintu untuk mengadang wacana dan upaya penundaan Pemilu 2024.
“Upaya-upaya untuk menunda pemilu, pasti kita halangi. Saya duduk di sini, sebagai Ketua DPD RI karena dipilih rakyat. Saya tidak ada urusan dengan kepentingan oligarki,” tegas La Nyalla saat memberikan keynote speech Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita dengan tema “Pemilu 2024: Jadi atau Ditunda?”, Minggu (20/3/2022) malam.
La Nyalla mengatakan, sebuah koran ternama di ibu kota mempertanyakan bagaimana DPR akan menghalangi usulan penundaan pemilu atau usulan perubahan konstitusi melalui amandemen. Sebab, jumlah anggota DPD tidak signifikan untuk menghadang bila partai politik kompak.
“Saya katakan, keputusan perubahan pasal dalam amendemen diputuskan dalam sidang MPR. Sedangkan MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD RI. Pertanyaan saya, jika tidak ada anggota DPD di dalam sidang tersebut, apakah masih bisa disebut sebagai sidang MPR?” tanya La Nyalla.
La Nyalla mengatakan, kalau pun ada upaya-upaya dalam amandemen tersebut untuk memasukkan agenda perpanjangan masa jabatan presiden atau perubahan isi pasal yang memungkinkan pemilu dapat ditunda dengan mudah, maka ia memastikan akan menyampaikan secara terbuka kepada rakyat.
“Bahwa ada selundupan seperti ini. Yang menyelundupkan si A dan si B. Saya akan sampaikan terbuka saja. Tidak ada masalah untuk saya. Ini demi kepentingan rakyat dan bangsa,” tegas dia.
Oleh karena itu, La Nyalla menyebut lembaganya sudah membuat tata tertib, bahwa keputusan sidang paripurna DPD bersifat mengikat. Termasuk agenda dan kepentingan DPD dalam amandemen ke-5 akan diputuskan di sidang paripurna.
Sebab, dalam amandemen ke-5 nanti, jika memang terjadi, DPD akan mendorong penguatan fungsi dan peran DPD sebagai wakil dari daerah, sekaligus wakil dari unsur nonpartisan, nonpartai politik.
“Karena arah perjalanan bangsa ini tidak bisa kita serahkan total kepada partai politik saja,” paparnya.
Pada kesempatan itu, La Nyalla kembali menyinggung klaim Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa 110 juta warganet menghendaki penundaan Pemilu 2024 berdasarkan big data.
“Karena kami di DPD RI juga menggunakan mesin big data sebagai bacaan persoalan-persoalan yang ada di daerah. Jadi kalau saya lihat, upaya-upaya yang dilontarkan melalui pernyataan-pernyataan, baik itu dari ketua partai maupun dari Pak Luhut, sebenarnya adalah agenda setting untuk membentuk persepsi publik, sekaligus membentuk opini di masyarakat, bahwa penundaan pemilu memang pantas untuk dilakukan,” sanggah La Nyalla.
Menurut La Nyalla, hal ini hampir mirip dengan lembaga-lembaga survei yang merilis hasil survei untuk membentuk persepsi publik atau agenda setting. Bahwa seolah-olah Si A atau Si B mendapat dukungan kuat, sementara Si C dan Si D tidak memiliki elektabilitas.
“Ini saya sampaikan sebagai contoh saja, tanpa bermaksud menyinggung Saudara Burhanudin Muhtadi yang hadir di sini. Bahwa nyatanya ada lembaga survei yang bisa dipesan untuk melakukan itu. Tentu bukan lembaganya Saudara Burhanudin Muhtadi,” ucap La Nyalla.
Jadi, menurutnya, persoalan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden harus kita tolak dengan menggunakan kerangka berpikir seorang negarawan.
“Bahwa penolakan itu adalah prinsip yang dikehendaki bangsa ini. Bangsa ini sudah sepakat bahwa masa jabatan presiden hanya 5 tahun, dan maksimal 2 periode, bukan 3 atau 4 periode,” ujarnya.
Dikatakannya, pemilu adalah mekanisme evaluasi yang diberikan kepada rakyat setiap 5 tahun sekali, bukan 7 tahun atau 8 tahun.
“Ini prinsip. Sehingga meskipun konstitusi bisa diubah, tetapi ini adalah amanat kebangsaan, di mana bangsa ini telah belajar dari dua orde di mana masa jabatan presiden tidak dibatasi,” tutup La Nyalla.
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: PR