Dalam hal apa dapat dilakukan penemuan hukum (dalam bentuk konstruksi hukum, dan interpretasi atau penfasiran hukum

AESENNEWS.COM – Mazhab atau biasa kita kenal
dengan aliran-aliran hukum merupakan sebuah pandangan mengenai hukum tersebut
oleh para ahli. Kita harus ketahui pula bahwa hukum adalah sesuatu yang sangat
abstrak sehingga banyak ahli yang menggolongkan hukum dalam aliran yang
berbeda-beda, dari setiap aliran yang dijabarkan oleh para tokoh filsuf atau
ahli hukum memiliki pemikiran yang berbeda satu sama lain dan zamannya juga
berbeda. Pemikiran zaman dulu mungkin akan berbeda dengan pemikiran zaman
selanjutnya sehingga pemikiran yang ada pada zaman lama akan dikaji ulang
dengan pemikiran-pemikiran yang baru dan tentunya di zaman yang baru. Dari
aliran-aliran yang ada aliran tersebut diantaranya :

a.   
Aliran Hukum Alam

Hukum
Alam merupakan hukum yang awalmulanya datang dari Tuhan dan sifatnya lebih ke
arah universal serta abadi, mahzab hukum alam ini sudah ada sejak zaman Yunani
Kuno,serta penganut aliran hukum alam ini berpedapat bahwa hukum dan moral
tidak dapat dipisahkan.

       Satjipto
Raharjo mengemukakan bahwa hukum alam sesungguhnya tidak pernah mati, dan lebih
dari sekedar hidup dan bangkit.

       Thomas
Aquinas berpendapat bahwa hukum alam datangnya dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan
umat manusia. Beliau juga mengemukakan empat komponen diantaranya Lex Aeterna,
Lex Divina, Lex Naturalis, dan Lex Humana.

b.   
Aliran Hukum Positivisme dan Utilitarinisme.

Aliran
hukum positivisme dan Utilitarinisme memandang bahwa hukum dibuat oleh manusia sebagai
pemegang hak kekuasaan dari masyarakat  tersebut dan hukum atau kaidah ini bersumber
dari negara yang tertinggi.

c.   
Alirah Hukum Sejarah atau Historis

Aliran
ini memandang bahwa hukum harus dilihat dari 
perkembangan sejarahnya.

Von
Savigny berpendapat bahwa hukum historis adalah cerminan dari jiwa masyarakat yang
memajukan dan mengembangkan hukum, dan hukum tersebut ditilik dari sejarahnya
dan hukum tersebut ditemukan oleh masyarakat.

Jika kita menilik pada Pasal
10 ayat 1 UU nomor 48 Tahun 2009 tentang “Kekuasaan Kehakiman” atau yang lebih
dikenal dengan “UU Kehakiman”, hakim dilarang untuk menolak sebuah perkara. Dengan
begitu berlandaskan pada isi UU tersebut apabila hukum diikuti oleh hakim
selanjutnya maka menjadi hukum Yurisprudensi.

Ketika sebuah undang-undang yang
dipakai untuk memutuskan sebuah perkara dinyatakan tidak lengkap, maka seorang
hakim harus mencari dan menemukan hukumnya tersebut atau (rechtsviding).

1.   
Dengan begitu penemuan hukum harus dilakukan
dengan cara mencari, menemukan dan menggali nilai-nilai hukum yang ada di
masyarakat saat ini. Kontruksi hukum dapat dilakukan dengan menggunakan logika
dan fikiran. Dengan begitu pengertian dari Kontruksi Hukum adalah cara kerja
atau sebuah proses berfikirnya seorang hakim ketika dalam menentukan sebuah
hukum dan menerapkannya yang sesuai dengan perundang-undangan yang sesuai. Dalam
melakukan kontruksi hukum harus memperhatikan prinsip Objektivitas, Prinsip
kesatuan, prinsip penafsiran genesis, prinsip penafsiran perbandingan, dan
prinsip perbandingan. Dengan begitu kontruksi hukum ini dapat dilakukan dengan
logika berfikir diantaranya :

a.    Argumentum
a centrario yang artinya adalah menafsirkan atau menjelaskan perundang-undangan
yang konkrit dan menemukan perbedaan dari yang dimaksud (anonim) misalnya Hitam
dan Putih, Gelap dan Terang, Pria dan Wanita. Dan sebagainya.

b.    Argumen
peranalogiam atau analogi, hal ini berpatokan kepada yang berbeda namun terlihat
seolah-olah serupa danmirip dan diatur dalam perundang-undangan dan diperlakukan
secara sama hukum tersebut.

c.    Penyempitan
Hukum adalah sebuah peraturan yang sifatnya lebih umum dan hukum tersebut
diterapkan atas sebuah peristiwa atau hubungan antara hukum dengan kontruksi
hukum atau penafsiran hukum tersebut.

d.    Fiksi
Hukum – adalah sebuah rekaan atau sebuah khayalan yang dilakukan oleh seorang
hakim untuk menentukan peradilan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.

e.    Metode
Hermeneutika Hukum – adalah sebuah aliran kefilsafatan yang mengkaji sebuah
hukum yang dimana didalamnya terdapat banyak sebuah aliran pemikiran.

 

2.   
Interpretasi atau penafsiran hukum

Penafsiran
hukum adalah sebuah cara yang dilakukan oleh seorang hakim untuk mencari dan
memperoleh hubungan antara hukum satu dengan yang lainnya jika dalam hukum
tersebut terdapat sebuah ketimpangan atau ketidaksesuaian, sehingga ditafsirkan
untuk dapat memperoleh hukum yang pasti dan sesuai. Diantaranya sebagai
berikut:

a.    Penafsiran tata bahasa (gramatikal)- Penafsiran ini berfokus kepada sebuah
ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan dan ditafsirkan dengan
berpatokan kepada tatabahasa yang menurut kebiasaan masyarakat.

b.    Penafsiran sahih (autentik/resmi). – Penafsiran autentik adalah penafsiran
yang dilakukan berpatokan kepada sebuah pengertian yang ditentukan oleh
pembentuk undang-undang tersebut.

c.    Penafsiran historis – penafsiran ini berfokus kepada penafsiran sejarah
dari hukum tersebut dan dijadikan patokan untuk membentuk undang-undang.

d.    Penafsiran a contrario (menurut peringkaran). – Penafsiran a
contrario merupakan sebuah penafsiran yang didasarkan kepada perlawanan antara
masalah yang sedang dihadapi dengan masalah yang sudah diatur dalam undang-undang
tersebut.

e.    Penafsiran analogis.
Penafsiran analogis dilakukan dengan memberikan suatu kiasan atau ibarat pada
kata-kata sesuai dengan asas hukumnya,

f.     Penafsiran sistematis – penafsiran sistematis dapat dilakukan untuk
meninjau sesuatu yang berhubungan dengan pasal satu dengan yang lainnya, entah
itu dalam undang-undang yang sama antara satu dengan yang lainnya pula.

g.    Penafsiran nasional – penafsiran nasional adalah sebuah proses penafsiran
yang berdasarkan kepada kesesuaian suatu sistem hukum yang berlaku di negara
tersebut.

h.    Penafsiran teleologis (sosiologis) – penafsiran ini merupakan sebuah
penafsiran yang berfokus memperhatikan dari maksud, tujuan dari undang-undang
tersebut, penasiran ini dilakukan karena dinilai adanya dapat perubahan dari
masyarakat sedangkan bunyinya tidak dapat dirubah.

i.      Penafsiran ekstensif – penafsiran ini dilakukan untuk dapat memperluas
kata yang terdapat dalam undang-undang tersebut.

j.      Penafsiran restriktif – penafsiran ini dilakukan dengan cara mempersempit
kata yang ada didalam peraturan-peraturan perundangundangan yang sudah ada.

k.    Penafsiran Futuristis – penafsiran ini bersifat antisipasi yaitu
menjelaskan sebuah ketentuan undang-undang dapat berpedoman kepada undang-undang
yang belum mempunyai sebuah kekuatan hukum yang sifatnya tetap.

 

Kesimpulan :

Mahzab adalah aliran-aliran sebuah
hukum yang dimana didalamnya terdapat banyak pandangan mengenai hukum tersebut
yang dikemukakan oleh para ahlihukum atau filsuf hukum dan didalamnya
mengandung airan-aliran yang berbeda dari setiap pemikiran masing-masing ahli. Hukum
dapat dikatakan sesuatu yang abstrak sehingga sulkit dijelaskan karena banyak
perspektif dan sifatnya sangat luas untuk mengemukakanya.  Kita perlu ketahui bahwa setiap zaman hukum
itu akan berubah dan perlu adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Maka dari
itulah para ahli hukum mengemukakan aliran-aliran tersebut, aliran-aliran
tersebut dipandang dari hukum alam, Hukum positivisme dan Ultiliarinisme serta
hukum sejarah atau historis.

 

Referensi :

1.   
ISIP4130.Modul 8 dan 9. Hal. 8.4, 8.5, 8.9,
8.10, 8.11, 8.12, 8.20, 9.26, 9.27, 9.28, 9.29, 9.31.

2.   
https://e-kampushukum.blogspot.com/2016/06/penafsiran-hukum-secara-terbalik.html

3.   
http://www.ememha.com/2018/05/interpretasi-dan-penalaran-hukum.html

4.   
https://www.hukum-hukum.com/2017/07/analogi-sebagai-pembentuk-hukum.html

SOURCE

Recommended
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIANREPUBLIK INDONESIA SIARAN PERSHM.4.6/149/SET.M.EKON.3/05/2023 Luncurkan Program Sewindu…