

Jakarta –
Sebesar 99,6 persen warga RI disebut sudah memiliki antibodi terhadap COVID-19 pada Maret 2022. Namun begitu, pakar meyakini lonjakan kasus COVID-19 masih bisa terjadi dan COVID-19 tidak mungkin bisa ditekan hingga nol kasus. Mengapa?
Temuan antibodi tersebut mengacu pada hasil sero survei kerjasama Kementerian Kesehatan RI dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) di 21 kabupaten/kota Jawa Bali.
Salah satu peneliti dalam survei tersebut yakni pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono menegaskan lonjakan kasus terjadi bukan hanya dipengaruhi oleh tingkat imunitas, melainkan juga kemunculan varian baru.
Mengingat mutasi virus Corona masih tak bisa dihentikan, penting untuk warga tetap menerapkan protokol kesehatan dibarengi vaksinasi COVID-19 meski sudah hampir 100 persen warga memiliki antibodi.
“Kita tidak akan men-declare apakah ini masuk endemi atau tidak karena yang paling penting adalah kita harus mempertahankan supaya kasus kita bisa tekan, yang masuk rumah sakit kita bisa tekan, yang meninggal juga kita bisa tekan,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (20/4/2022).
“Banyak negara sudah meninggalkan strategi zero COVID karena memang tidak mungkin mencegah penularan sampai serendah-rendahnya,” sambung Pandu.
Pandu juga menyorot negara yang melonggarkan protokol kesehatan. Imbasnya, lonjakan kasus COVID-19 kembali terjadi. Terlebih di negara tersebut, cakupan vaksinasi COVID-19 terhadap kelompok lansia masih terhitung rendah.
“Jadi adanya imunitas ini bukan berarti kita bisa meninggalkan, melepas masker. Pengalaman di banyak negara kemudian melepas masker, terjadilah peningkatan lagi. Menurut saya karena masih banyak penduduk yang belum imun. Di beberapa negara di China dan sebagainya, ternyata vaksinasi lansianya tidak sebaik vaksinasi di Indonesia,” ujar Pandu.