

Jakarta –
Mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono mengatakan gambar basic design proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol Layang MBZ tahun 2016-2017, menjadi acuan pekerjaan di lapangan. Djoko menyebut jalan Tol MBZ sudah memiliki sertifikat laik operasi dan fungsi yang dikeluarkan Kementerian PUPR.
“Bahwa basic design menjadi acuan dan sesuai dengan kriteria design yang ditetapkan, kemudian bertransformasi menjadi RTA yang menjadi pedoman untuk pelaksanaan pekerjaan di lapangan, hasil pekerjaan telah sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Jalan tol Jakarta-Cikampek II elevated sudah memiliki sertifikat laik desain, laik fungsi, serta laik operasi yang di keluarkan Kementerian PUPR dan juga dipastikan bisa digunakan untuk seluruh golongan kendaraan,” kata Djoko Dwijono saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/7/2024).
Djoko mengatakan kenyamanan mengemudi saat melintasi jalan Tol MBZ merupakan ukuran yang berbeda. Menurutnya, jalan Tol MBZ juga telah memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) sesuai Permen No 16 tahun 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Keamanan dan kenyaman mengemudi mempunyai ukuran lain lagi, yaitu pemenuhan SPM atau standar pelayanan minimum sesuai Permen Nomor 16 tahun 2014 yang juga sudah dipenuhi dan lulus oleh Jalan Tol Jakarta-Cikampek II elevated,” ujarnya.
Dia mengatakan kuasa KSO Waskita Acset tetap bertanggungjawab terhadap pekerjaan utama proyek pembangunan Tol MBZ. Djoko meminta majelis hakim membebaskannya dari tuntutan jaksa penuntut umum di kasus tersebut
ADVERTISEMENT
“Bahwa KSO Waskita Acset tidak pernah mengalihkan tanggungjawab terhadap pekerjaan utama yang dilakukan oleh subkon, fakta dan kenyataannya yang bertanggung jawab tetap adalah kuasa KSO Waskita Acset,” ujar Djoko.
“Mengacu pada jawaban saya atas replik yang disampaikan oleh penuntut umum, saya dengan ini sangat berharap dan memohon kepada majelis hakim yang kami muliakan, berkenan untuk menerima jawaban kami atas replik penuntut umum dan memberikan putusan adil dan terbaik untuk saya, yaitu tetap pada seperti pada pembelaan saya untuk membebaskan saya dari semua tuntutan sebagaimana tertuang dalam tuntutan yang diajukan JPU,” tambahnya.
Kuasa hukum Djoko, Supriadi mengatakan kliennya tak memperkaya orang lain maupun korporasi KSO Waskita Acset. Dia mempertanyakan dakwaan jaksa yang menyebut kliennya memperkaya KSO Waskita Acset namun tak mengadili Dono Parwoto.
“Tanggapan penasihat hukum, nilai kerugian negara tidak didasarkan pada hasil perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum sehingga tidak dapat dinyatakan terdakwa Djoko Dwijono telah melakukan perbuatan memperkaya orang lain atau korporasi yakni KSO Waskita Acset. KSO Waskita Acset mengalami kerugian akibat ditolaknya klaim pekerjaan tambah sebesar Rp 1,4 triliun oleh PT JJC. Kemudian, terkait dari keterangan saksi seandainya terdakwa Djoko Dwijono dianggap memperkaya pihak KSO Waskita Acset mengapa Dono Parwoto selaku KSO Waskita Acset tidak turut diadili dalam persidangan ini? ini pertanyaannya tim penasihat hukum, padahal nama Dono Parwoto berulang kali disebutkan dalam surat dakwaan,” ujar Supriadi.
Dia mengatakan pihaknya tetap pada nota pembelaan atau pleidoi yang telah dibacakan. Dia menyakini Djoko Dwijono tak terbukti melakukan korupsi terkait proyek pembangunan Tol MBZ.
“Majelis hakim yang kami muliakan, penuntut umum dan para hadirin yang kami hormati, berdasarkan uraian tersebut, terdakwa Djoko Dwijono tidak terbukti secara sah dan menyakikan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalan dakwaan kesatu dan kedua. Oleh karena itu, penasihat hukum terdakwa Djoko Dwijono menyatakan tetap pada pembelaannya sebagaimana dibacakan pada 18 Juli 2024 dan selanjutnya memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili dan memutus perkara ini, hal ini sudah kami uraikan juga dalam pleidoi,” tuturnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim menerima replik dan surat tuntutan terhadap Djoko di kasus tersebut. Jaksa juga memohon agar majelis hakim menolak seluruh nota pembelaan atau pleidoi Djoko dan tim kuasa hukumnya.
“Majelis hakim Yang Mulia, berdasarkan jawaban kami atas nota pembelaan dari terdakwa dan penasehat hukum terdakwa, maka kami mohon agar majelis hakim yang mengadili tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili; satu, menerima sepenuhnya dalil atau pendapat kami penuntutan umum terhadap pledoi terdakwa dan penasehat hukum terdakwa; dua, menolak nota pembelaan hukum terdakwa maupun tim penasehat hukum terdakwa; tiga, menerima seluruhnya tuntutan pidana sebagaimana tertuang dalam surat tuntutan penuntutan umum,” kata jaksa saat membacakan replik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/7) kemarin.
Pada surat tuntutannya, jaksa ingin Djoko Dwijono dihukum dengan pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyakini Djoko melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.
Jaksa mengatakan kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan ketua panitia lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas, serta Tony Budianto Sihite selaku team leader konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.
(mib/dwia)