Apakah Perusahaan Boleh Menolak Cuti Karyawan?

Sah! – Cuti merupakan hak dasar setiap karyawan yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Namun, sering kali muncul pertanyaan, apakah perusahaan boleh menolak permohonan cuti karyawan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat beberapa hal yang terkait dengan hak cuti, aturan yang berlaku, dan kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan perusahaan menolak permohonan cuti.

Hak Cuti Karyawan Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan

Di Indonesia, hak cuti karyawan diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (sebelum amandemen oleh Omnibus Law) dan juga dalam Perppu Cipta Kerja (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022) serta turunannya.

Cuti Tahunan

Pasal 79 UU No. 13/2003 mengatur bahwa setiap pekerja berhak atas cuti tahunan setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut di perusahaan yang sama. Cuti tahunan ini minimal 12 hari kerja. Dengan demikian, setiap karyawan yang memenuhi persyaratan tersebut berhak untuk mengajukan cuti tahunan.

Jenis-Jenis Cuti Lain

Selain cuti tahunan, terdapat beberapa jenis cuti lain yang diatur oleh undang-undang, seperti cuti hamil dan melahirkan bagi karyawan wanita, cuti untuk menikah, cuti karena keluarga meninggal, dan cuti sakit.

Kapan Perusahaan Bisa Menolak Cuti Karyawan?

Meskipun hak cuti adalah hak yang dilindungi oleh undang-undang, ada beberapa kondisi di mana perusahaan dapat menolak permohonan cuti karyawan. Berikut adalah beberapa situasi di mana perusahaan mungkin menolak permohonan cuti:

1. Cuti Tidak Memenuhi Persyaratan

Sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) UU No. 13/2003, seorang karyawan hanya berhak atas cuti tahunan setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut di perusahaan yang sama. Jika karyawan belum memenuhi masa kerja ini, perusahaan dapat menolak permohonan cuti tahunan.

Namun, untuk cuti jenis lain seperti cuti sakit atau cuti karena pernikahan, hak karyawan tetap berlaku meskipun masa kerja belum mencapai 12 bulan.

2. Cuti Diajukan pada Waktu yang Tidak Tepat

Dalam beberapa situasi, perusahaan berhak menolak cuti yang diajukan pada waktu yang tidak tepat, seperti pada saat perusahaan sedang menghadapi periode sibuk atau tengah mengerjakan proyek besar.

Misalnya, jika ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan pekerjaan dan karyawan yang ingin mengambil cuti merupakan bagian penting dari tim, perusahaan dapat meminta karyawan untuk menunda cutinya.

3. Cuti Tidak Sesuai Prosedur

Karyawan diwajibkan mengikuti prosedur yang berlaku di perusahaan untuk mengajukan cuti, seperti pemberitahuan jauh-jauh hari atau pengajuan melalui sistem yang telah ditentukan. Jika prosedur ini tidak dipatuhi, perusahaan dapat menolak permohonan cuti tersebut.

Sebagai contoh, jika seorang karyawan mengajukan cuti tanpa memberi tahu perusahaan dalam waktu yang cukup atau tidak melengkapi dokumen yang diperlukan, permohonan cuti bisa ditolak.

4. Cuti dalam Situasi Darurat yang Tidak Tercatat

Kadang-kadang karyawan mengajukan cuti mendadak, misalnya karena situasi darurat pribadi. Jika tidak ada bukti yang cukup (misalnya surat keterangan sakit atau bukti lain yang sah), perusahaan bisa menolak cuti tersebut.

Namun, perusahaan sebaiknya memberikan keringanan untuk situasi-situasi yang memang darurat, selama pekerja memberikan penjelasan yang jujur dan jelas.

5. Kewajiban untuk Menyelesaikan Pekerjaan

Dalam beberapa kasus, terutama jika karyawan memiliki pekerjaan yang belum selesai atau ada deadline mendesak, perusahaan mungkin meminta karyawan untuk menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu sebelum mengambil cuti. Tentu saja, hal ini harus dibicarakan dengan bijak dan mengedepankan prinsip musyawarah antara perusahaan dan karyawan.

Kembali ke Dalam Kesepakatan Kerja: Pengaturan Cuti Berdasarkan Perjanjian Kerja

Dalam Pasal 79 ayat (4) UU Ketenagakerjaan yang telah diubah oleh Perppu Cipta Kerja, terdapat ketentuan yang memberikan ruang bagi perusahaan dan karyawan untuk mengatur cuti lebih lanjut melalui kesepakatan bersama, yaitu melalui perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB).

Artinya, meskipun ada ketentuan dasar dalam undang-undang mengenai hak cuti, kedua belah pihak pengusaha dan pekerja dapat membuat pengaturan yang lebih rinci terkait cuti sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan yang tercapai.

Apa Artinya Ini?

  • Fleksibilitas dalam Pengaturan
    Karyawan dan perusahaan bisa bernegosiasi untuk mengatur hak cuti mereka lebih lanjut, misalnya memberikan lebih banyak hari cuti atau menyusun prosedur pengajuan cuti yang lebih fleksibel.
  • Kesepakatan Mengikat
    Setiap pengaturan yang disepakati melalui perjanjian kerja, PP, atau PKB menjadi mengikat dan harus dihormati oleh kedua belah pihak. Dengan kata lain, perusahaan dan karyawan harus mematuhi ketentuan yang tertulis dalam dokumen tersebut.
  • Mengatur Cuti Berdasarkan Kebutuhan Spesifik
    Dalam perjanjian tersebut, perusahaan dan karyawan dapat merinci ketentuan-ketentuan tambahan, seperti waktu pengajuan cuti yang lebih panjang, prosedur lebih rinci, atau bahkan kemungkinan cuti ekstra bagi karyawan yang memiliki jam kerja lebih panjang atau bekerja di posisi tertentu.

Bagaimana Jika Perusahaan Menolak Cuti Secara Tidak Adil?

Jika seorang karyawan merasa bahwa permohonan cutinya ditolak secara tidak adil atau tanpa alasan yang jelas, berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Dialog dengan HRD atau Atasan:
    Karyawan dapat mengajukan klarifikasi dan berdialog dengan HRD atau atasan langsung untuk mencari solusi yang adil. Jika ada alasan operasional yang sah, karyawan bisa diajak untuk mencari waktu cuti yang lebih tepat.
  2. Mengajukan Keberatan Secara Tertulis:
    Jika masalah belum selesai melalui dialog informal, karyawan bisa mengajukan keberatan secara tertulis kepada pihak yang berwenang di perusahaan, seperti manajer SDM atau bahkan pihak serikat pekerja jika perusahaan memiliki perwakilan.
  3. Bergabung dengan Serikat Pekerja:
    Jika perusahaan memiliki serikat pekerja, karyawan bisa meminta bantuan serikat untuk memperjuangkan hak cuti yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  4. Mengajukan Sengketa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI):
    Jika cara-cara di atas tidak berhasil, karyawan dapat mengajukan sengketa ketenagakerjaan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHI dapat memberikan keputusan yang mengikat mengenai hak cuti dan menyelesaikan perselisihan antara karyawan dan perusahaan.

Pada dasarnya, perusahaan tidak boleh menolak cuti karyawan tanpa alasan yang sah dan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Cuti adalah hak yang dilindungi oleh undang-undang, meskipun ada kondisi tertentu yang memungkinkan perusahaan menolak permohonan cuti, seperti ketidaksesuaian dengan prosedur atau kebutuhan operasional perusahaan.

Namun, dengan adanya perubahan dalam Perppu Cipta Kerja yang memberikan ruang untuk kesepakatan bersama, baik pengusaha maupun pekerja dapat lebih fleksibel dalam mengatur hak cuti ini dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.

Hal ini memberi fleksibilitas dalam pengaturan cuti yang disesuaikan dengan kebutuhan kedua belah pihak, namun tetap harus mengedepankan hak dasar pekerja yang dilindungi oleh undang-undang.

Jika perusahaan menolak cuti tanpa alasan yang jelas atau merugikan hak pekerja, karyawan masih dapat memperjuangkan haknya melalui jalur yang sesuai, baik melalui komunikasi internal, serikat pekerja, maupun jalur hukum.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

The post Apakah Perusahaan Boleh Menolak Cuti Karyawan? appeared first on Sah! News.

SOURCE

Recommended
Sah! – MoU (Memorandum of Understanding) atau dalam bahasa Indonesia…