5 Tugas BuzzeRp dari Jelekkan Islam sampai Menjilat, Benarkah?

JAKARTA, Berita – Keberadaan “buzzeRp” sering dituding sebagai biang kerok kekisruhan di jagad media sosial Indonesia. Tudingan lain juga menyebutkan bahwa mereka sengaja dibentuk untuk membantu istana. 

Meski sudah ada pernyataan tegas dari pihak Menteri Pemerintahan Presiden Joko Widodo, namun banyak pihak pula yang tetap meyakini adanya agenda buzzRp untuk tujuan tertentu.

Muhammad Said Didu baru-baru ini mengungkap 5 (lima ) tugas buzzeRp. Benarkah pernyataan Said Didu?

“Setelah mengamati, terdapat 5 pengelompokan tugas buzzerp: (1) tim hore : salah atau benar hrs dukung; (2) pemaki : memaki siapapun yg tdk mau menjilat ; (3) pelapor: melaporkan yg berseberangan; (4) islamphobia : menjelek2an islam; (5) ideologis : memperjuangkan ideologi tertentu,” terang Said Didu seperti dinukil NNC dari akun Twitternya, Senin 17 Januari 2022.

Kecaman serupa terhadap buzzeRp sebelumnya juga disampaikan Rizal Ramli RR).  Ia  menyesalkan banyaknya pendengung alias buzzer yang dipelihara pemerintah untuk mencari pembenaran. Apalagi para buzzer tersebut kini cenderung suka-suka sendiri karena merasa selalu di jalur benar.

“BuzzeRp dipelihara, ilmuwan malah dipecat. Benar-benar “kumaha aing”,” kata RR.

Baca Juga :

Sementara sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD sebenarnya sudah menjelaskan dan memastikan bahwa pemerintah saat ini sama sekali tidak memakai jasa buzzer guna melakukan kontra narasi terhadap suara-suara kritis. 

Mahfud mengaku tidak pernah melihat pengorganisasian buzzer dan sosok yang memelihara buzzer tersebut di lingkungan Istana. 

“Saya sendiri kan ada di Istana, katanya Istana memelihara buzzer, saya enggak pernah lihat, bagaimana memeliharanya itu. Wong saya juga tidak pernah melihat dan tidak tahu siapa itu yang mengorganisasikan,” tegas Mahfud MD dalam sebuah diskusi daring, Rabu (29/9/2021) silam seperti dinukil NNC dari Sindownews. 

Dengar Mahfud MD menegaskan bahwa fenomena buzzer di media sosial (medsos) merupakan hama demokrasi. Namun, hal itu sebagai konsekuensi dari perjalanan demokrasi pascareformasi. 

Mahfud lalu membandingan di era ode baru, masyarakat yang hendak menyuarakan pendapatnya di ruang publik bisa saja dihilangkan. Namun hal itu tidak terjadi di masa sekarang. 

“Kalau dulu zaman Pak Harto bicara tentang presiden jelek bisa hilang, enggak ketemu, sekarang kan orang bisa bicara apa saja. Tetapi kemudian mereka mengorganisir diri, kadang kala berkelompok lalu jadi buzzer nyerang ramai-ramai. Nah, hal yang begini memang penyakit, tapi itu adalah konsekuensi dari demokrasi,” ungkapnya. 

Mahfud melihat ada pemahaman yang keliru soal definisi buzzer saat ini. Mayoritas masyarakat mengartikan buzzer secara spesifik adalah mereka yang membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja. 

Padahal, kata Mahfud, pihak yang menyerang presiden juga tidak kalah banyak. Hal Itulah yang membuat kini sulit memahami apa definisi buzzer yang sesungguhnya. 

“Selalu dikatakan kalau orang membela Jokowi disebut buzzer. Tapi kalau menyerang orang yang taro lah dalam tanda petik dianggap terlalu kanan, juga disebut buzzer,” katanya. 

“Tapi kalau mereka yang menyerang Jokowi tiap hari, disebut buzzer apa ndak? Itu kan lebih banyak mereka yang menyerang dari pada yang membela, kalau kita lihat ya. Sehingga saya agak sulit mendefinisikan yang buzzer itu yang mana,” pungkasnya.

Baca Juga :

netralnews

Recommended
Sexy Anime Tema Xiaomi MIUI 11 Untuk Cewek 2022 -…